8/24/15

Mbah Barno

Seorang anak muda yg sedang belajar di Yogya dipanggil pulang oleh Ayahnya. Ia diminta mengurus desa, meneruskan menjadi lurah di pedalaman Banjarnegara. Lawen, Pandanarum tepatnya.

Soebarno muda benar-benar telah menerapkan konsep zakat. Ia telah menzakatkan hidupnya dalam bentuk dedikasi 100 persen untuk mewujudkan toto tentrem kerto raharjonya Desa Lawen.

Buah dari zakatnya yang paripurna itu, maka Soebarno muda sangat cepat berproses menjadi pribadi multitalenta. Hingga ia bisa menguasai ilmu tata lingkungan, mengajari berbagai kesenian termasuk pedalangan, menerapkan manajemen pengelolaan ladang, revitalisasi pasar dan banyak lagi lainnya dengan tetap menjadi pribadi religius yang kharismatik.

Meski seluruh hidupnya ia zakatkan, bukan berarti keluarganya terbengkalai. Bukan berarti hidupnya nestapa menderita.

Hari ini beliau dikenal sebagai tokoh. Mbah Barno adalah figur mengagumkan bagi orang zaman sekarang. Mengapa mengagumkan? Karena orang zaman sekarang tak memiliki daya baca sosiologis-antropologis masyarakat pada era beberapa puluh tahun yang lalu.

Dimana di era itu, siapa saja yang hidup setia pada kewajaran, maka ia menjadi multitalenta, berguna optimal dan tidak membengkalaikan siapa-siapa.

Sudah setiakah kita pada kewajaran hidup. Atau kita sibuk iri, meri, kemrungsung pada obsesi-obsesi, hingga hidup tak jelas berpegang pada siapa, ikut prinsip siapa, mengkonsumsi wacana siapa. Alih-alih angan-angan keberhasilan kita terwujud. Eladalah, kita malah ikut katut dalam rombongan generasi zaman yang tergerus oleh mekanisme metamorfosis dan kehancuran zaman.

No comments:

Post a Comment