8/1/13

#7 Shaf Pertama

Dari kamis sore, kini sudah Ahad. Entah untuk keberapa kalinya aku keluar masuk Badr Gate, pintu kesukaanku. Dua setengah jam sebelum Dhuhur, aku sudah selesai dari Raudhoh dan Makam Rasulullah. Keluar Masjid dari pintu depan kiri (Baqee Gate), dan masuk lagi lewat pintu depan kanan. Pintu itu letaknya sejajar dengan shaf ke-6an dari depan.

Wah, ada space nih di sebelah Bapak tua di Shaf pertama. Langsung saja aku hampiri. Alhamdulillah, akhirnya dapat shaf pertama, walau waktu dhuhur masih dua jam lebih.

Aku mengisi waktu dengan sholat mutlak, dilanjut tilawah. Seusai tilawah, seperti biasa : bercakap-cakap dengan bahasa Isyarat dengan orang disebelahku.

Si Bapak tua yang wajahnya mengingatkanku pada sunan-sunan walisongo itu meminjam mushafku. Dia tidak bisa bahasa Indonesia, aku tidak bisa bahasa Arab, kebingungan juga aku menangkap maksud yang dia isyaratkan. Sampai akhirnya faham juga, dia bilang mushafku terlalu kecil, tolong ambilkan di rak didepanku itu mushaf2 lebih besar, ayo baca Quran sama-sama.

Satu mushaf dibaca bersama, aku jadi teringat Mbah Kung. Kakekku yang saat itu sedang berulang tahun ke 97 dan tetap sehat dan rajin sholat. Mbah Kung banyak menemaniku sewaktu aku kecil, tapi aku jarang sekali ke rumah Mbah sekarang saking sok sibuknya. Sehat2 nggih mbah... *meng-ha-ru-kan.

Mbah Kung adalah orang yang aku mintai restu setelah Ibu Bapakku dan mbah Putriku sebelum berangkat. Mbah Kung yang mantan pejuang sekaligus kayim (nasionalis-spiritualis jadi satu di cucunya ini) pesannya sederhana sekali saat itu, pertama : "moga-moga ngibadahmu ketrima". Kedua, "jaman mbah buyut munggah kaji mbiyen, kain ihram disimpan untuk dijadikan kafan, jadi tidak beli mori lagi". Dan beberapa wejangan untuk meluruskan niat lainnya. Mbahku TOP abizz, the real ulama, yang sudah terbukti dan teruji. Wejangannya mantebbb abizz.

Kembali ke shaf pertama Masjid Nabawi, aku membaca Quran bersama dengan Pak tua mirip walisongo itu. Awalnya dia cepet banget bacanya, aku kepuntal2 jadinya pelan banget bacanya.
Sebuah teknik mengajari Baca Quran yang keren, santun dan nancep banget buatku. Aku baru nyadar tahsinku masih buerantakan abiz, bacaanku dikoreksi tanpa dia mengguruiku dan aku merasa digurui. Aih, takjub aku, wong kita nggak bisa bahasa satu sama lain kok ya aku bisa dikasih tahu banyak hal.
Sekitar sejam aku selesai berguru. Dan jeng jeng jeng...saatnya dapat sertifikat dan ganti nama, karena sudah nyantri di tanah suci. Hahaha....becanda2....

Selesai itu, tanpa sempat berkenalan, aku dan sang mirip sunan itu terpisah oleh seorang pangeran Arab yang duduk disebelahku.

Adzan dhuhur berkumandang. Sholat terakhirku di Masjid Nabawi saat itu, di shaf pertama dan pas Imam meninggalkan pengimaman aku sempat menyalami beliau, beliau tersenyum santun.

No comments:

Post a Comment