8/1/13

#1 Raudhoh

Ini ceritaku bertamu ke rumah paling istimewa di muka bumi, rumah Allah. Dua bulan sebelum Ramadhan, di bulan Rajab kemarin Allah mengundangku untuk kali pertama.

Difasilitasi oleh travel kenalanku, milik Ustadz Zainur Rofieq, Al Aqsa namanya, aku berkesempatan mencicipi pesawat dengan kursi 10 baris untuk kali pertama, menuju Jeddah dengan sekali transit di bandara mewah Abu Dhabi.

Sampai di Jeddah, mengantri di koridor Umrah, petugas dari Al Aqsa sudah sigap memberesi tetekbengek keimigrasian. Aku dan 58 rombongan tinggal melenggang menuju 2 bus bersama mutowif di masing-masing bus.

Saatnya meluncur ke Madinah, satu dari dua tanah haram yang umat Islam miliki. Jam 12an terik start di Jeddah, jam 6 senja sudah sampai di Madinah.

Dengan biaya yang minimum, Al Aqsa memilihkan pemondokan terbaik untukku, Al Majidi Arac Suite nama apartement tempatku menginap, tepat di depab Masjid Nabawi tidak diselai bangunan apapun. Membuatku leluasa mondar mandir ke Masjid Nabawi.

Satu jam istirahat dan mandi, saatnya menanti adzan Maghrib, kali pertama seumur hidupku sholat di tempat yang begitu terhormat, yang bertahun2 aku idam-idamkan. Suka cita tiada terkira ingin segera bergegas.

Ketika turun dari lantai 11 tempat kamarku berada, seorang rekan jamaah menghampiriku. Jadi ada teman jalan ke masjid deh. Dia Bang Roni namanya, ketua komisi pendidikan & agama di DPRD Bengkulu, lulusan Kairo yang melanjutkan doktor tapi tidak selesai.

Adzan Maghrib berkumandang. Wow, ini live man dari Madinah suaranya...sesuatu beudh buatku. Bang Roni ini sudah pernah sekali kesini. Dari arah pintu gerbang masjid, aku diajak berjalan menyerong ke kiri, aku pikir mau di ajak ke arah pengimaman di depan sana, ternyata aku masih diajak berjalan menyerong kekiri. Melompati jamaah, memotong shaf, sampai mentok dibelakang orang yang berjubel.

Iqomat berkumandang, dengan umpel-umpelan akhirnya aku dapat shaf dan inilah sholat pertama seumur hidupku yang bernilai 1000 kali lipat.

Maghrib selesai, aku tidak bisa wiridan lama karena arus jamaah dari belakang bergerak kedepanku cukup menggangguku. Bang Roni sudah entah disebelah mana, aku kehilangan jejak. Aku ikuti saja arah arus jamaah yang mendorongku ke depan.

Subhanalloh, baru bergerak 2 shaf ke depan. Warna karpet yang aku injak bukan lagi merah, tetapi hijau. Testur karpet yang aku injak tidak lagi lembut, tetapi sangat lembut.

Raudhoh...

Di bacaan sebelum aku berangkat dijelaskan bahwa batas Raudhoh adalah karpet berwarna hijau.
Merinding, menangis, mengusap muka dan aku langsung sholat saja disitu 2 rakaat. Sholat di taman surga, di jarak antara rumah Rasulullah dengan mimbar beliau, sungguh tidak bisa digambarkan perasaan saat itu.

Di dalam Raudhoh

No comments:

Post a Comment