6/24/11

Membenahi ekspektasi

"Besok bisa jadi kapan? Sabtu?", seorang bertanya untuk pekerjaan yang harus aku selesaikan, aku jawab ringan "Bisa, bisa, bisa...". Bukan jawaban asal njeplak, bukan juga nggak dihitung, ketika akhirnya baru jadi hari jumat minggu depannya. Owh.. sabtu itu adalah besok, 24 jam lagi, tapi yang ada di ekspektasiku, sabtu itu masih 100an jam lagi, alias 4 harian ke depan.

Begitu juga, kalau ditanya orang "sekarang kamu kerja dimana?", dengan ringan aku jawab, "ah masih main-main begini aja". Iya si aku aliran anti berkarier di tempat orang, tap sebenarnya dibalik jawabanku itu aku berekspektasi umurku masih 18 tahun, baru lulus SMA, padahal yang senyatanya umurku 24 tahun sekarang, tua.

Sampai ke soal Ketuhanan. "Bayaran listrik sama internet bulan depan gimana?", aku jawab ringan juga "Lah, Gusti Allah sudah mengatur rejeki kita". Welah-welah, ini juga kudu dibenahi, karena aku berekspektasi Tuhan mengaturkan untukku sedetail itu, padahal jelas-jelas di pengajian dari jaman aku SD diterangkan, aku itu diturunkan sebagai wakil Allah, wakil itu diberi otoritas... . Kalau aku sudah mewakilkan kehadiranku pada karyawanku, saru namanya kalau aku juga ikut-ikutan datang. Kalau pencarian rejeki sudah diwakilkan ke manusia, ya masa Tuhan mau nimbrung-nimbrung juga.. Tuhan nggak mau donk dibilang mencampuri privacy kita?

Wallahu 'alam bishawab




No comments:

Post a Comment