6/13/11

Taubat Bertahap v.s. Taubat Nasuha

Senyam-senyum sendiri kemarin membaca sebuah artikel di majalah Rohis salah satu sekolah terbaik di kota ini. Artikelnya tentang pacaran, intinya disitu adalah anjuran agar bagi yang pacaran segera bertaubat dengan cara putus.

Putus? iya "Sayang, kita putus yuuk...".

Apakah setelah putus persoalan selesai, dan surga di tangan? Putus, tapi smsan jalan terus sehari 1000 sms karena pakai kartu As. Atau putus tapi cari yang lain. Atau putus tapi bla.. bla.. bla...

Ya, tidak jelek artikel itu, sekaliber anak SMA tetap punya nilai konstruktif yang bagus lah mudah-mudahan. Hanya saja buat kita yang tua-tua harus memiliki pandangan yang lebih luas... bahwa persoalan tidak selesai dengan "putus" misalnya... karena ada sekian banyak variabel lain yang harus diperhatikan, misalnya how to menikmati amalan, how to tidak menikmati jelalatan, how to puasa sms, how to zakatkan waktu kita sebagian untuk sosial dan sebagainya.

Sama, kembali ke sunnah tidak serta merta dengan memakai pakaian yang persis sama seperti Kanjeng Nabi SAW. Karena kalau tidak memakai pakaian yang sama itu disebut maksiat, maka menggunakan desain arsitekturial karya budaya Jawa, bukan karya Kanjeng Nabi SAW juga bisa jadi maksiat. Begitu pula kalau  meniru ciptaan Allah dalam bentuk visual dalam hal ini foto disebut maksiat, maka meniru ciptaan Allah dalam bentuk Audio, yakni rekaman pengajian, apa bedanya itu. Hanya beda dimensi, visual dan audio.

Taubat Nasuha itu yang serentak drastis dari anak Pang jadi anak masjid yang tidak pernah meninggalkan sholat malam, apalagi sholat wajib, kah? Atau Taubat Nasuha itu perjalanan pembersihan yang istiqomah dengan bahan bakar "cinta ilmu"? Awalnya mungkin preman, ikut konser ada lagu judulnya "Ibu" dia tersentuh untuk lebih berbakti kepada ibunya. Lalu nonton sinetron bernama "KCB", lalu dia tidak sesembrono dulu pada wanita, dan seterusnya.

Taubat Nasuhanya sebuah rumah itu membersihkan rumah 180 derajat lalu seminggu kemudian berantakan lagi, atau disaat rumah bersih ia menjelek-jelekan rumah tetangga yang masih berantakankah? Atau Taubat Nasuhanya sebuah rumah itu minggu kemarin dibersihin L21nya, minggu kemudian dibersihin L22nya, lalu minggu ini dapur, gelas, piring, perkakas makannya ditata rapi dan minggu depan kamarnya, lalu minggu depannya lagi kebunnya?

Entah yang mana yang lebih merepresentasikan. Apakah yang bertahap itu berlawanan dengan Nasuha, atau Nasuha itu memang bertahap, karena cirinya adalah adanya kesetiaan (keistiqomahan). Eit, ini bukan note ilmiah, jadi tidak ada dalilnya dan tidak ada kesimpulannya. Hanya sekedar pintu berpikir.

Dan jadwal minggu ini adalah merevitalisasi dan menstrukturisasi perkakas dapur. Semoga berhasil.




No comments:

Post a Comment