11/21/11

Aa Gym v.s. Serial Dai Idol

Beberapa waktu yang lalu heboh tentang Aa Gym. Sampai ada salah satu program talkshow televisi yang berhasil mengundang Aa Gym dan anaknya untuk bertutur tentang gonjang-ganjing popularitas dai idola Indonesia waktu itu. Bagi banyak orang mungkin Aa Gym pantas dicela, tapi dimataku, melalui tayangan itu, Aa berhasil menjadi pahlawan untuk kali kedua.

Di kali pertama sekitar 10 tahun yang lalu, Aa Gym berhasil menjadi pahlawan bagi keterpinggirkannya dai dan pesantren. Dai waktu itu dicitrakan sebagai orang pinggiran, kumuh, tahunya hanya ilmu agama, tidak menjadi solusi bagi zaman dan seterusnya. Tapi Aa Gym membuat revolusi dan berhasil menunjukkan pada dunia bahwa Dai itu bisa keren loh, bisa naik helikopter loh, bisa naik motor gedhe loh, bisa berkuda loh, bukan cuma bisa ngaji dan mendalil-dalil. Citra dai berhasil didekonstruksi oleh Aa Gym menjadi lebih positif saat itu.

Bukan hanya itu, Pesantren Daarut Tauhid yang aku mendapat cerita dari Aa Deda, adik kandung Aa Gym bahwa membangunnya itu tidak mudah, banyak pertentangan disana-sini, akhirnya bisa berhasil besar dan memperkenalkan pada dunia tentang konsep pesantren yang mandiri berbasis entrepreneur. Pesantren bukan hanya identik dengan kitab kuning dan arab gundul, pesantren bisa juga mengiringi kemajuan zaman, itulah satu keberhasilan Daarut Tauhid yang harus dicatat dalam sejarah.

Setelah sepuluh tahun berlalu, masyarakat menjadi semakin cerdas. Pencerdas masyarakat itu tentu saja diantaranya adalah Aa Gym dan Daarut Tauhid itu sendiri. Karena sudah merasa cerdas, beberapa diantara mereka mencerca bahkan menghujat, mencap Aa Gym sebagai Dai Narsis dan Daarut Tauhid sebagai pesantren komersil alias mata duitan.

Ya, itu sudah "lakuning zaman", persis kasus Ary Ginanjar, ketika sepuluh tahun yang lalu masyarakat begitu rasional, lalu dibuatkan jembatan untuk bisa mencapai spiritualitas dari jiwa yang begitu rasional dengan metode ESQ, setelah masyarakat sampai pada kondisi spiritual yang diharapkan, eh balasannya malah mencela jembatan yang Ary Ginanjar buat itu. ESQ tangan kapitalis, ESQ penuh nuansa hipnosis, ESQ ambisius dan seterusnya.

Harus diakui memang kalau bangsa kita ini memang bangsa yang kurang bisa berterima kasih. Kepada yang menolong, setelah berhasil tertolong, bukannya mengucapkan terima kasih, malah ditendang dengan sok suci dan sok pandainya.

Kembali ke Aa Gym. Kepahlawanan kedua yang aku maksud dari Aa Gym adalah kerendahhatiannya saat mengatakan bahwa "saya bertaubat". Ya, Aa Gym bertaubat, bahwasannya dia merasa berdosa dulu, tiap ceramah, niatnya ingin keren, ingin membuat senang yang mendengar, tetapi saat ini, fokusnya kalau ceramah adalah ingin baik, ingin disukai Allah bukannya disukai pendengar.

Luar biasa sekali, Aa bertaubat sebegitu sungguh-sungguh, tidak malu menyampaikannya dimuka umum. Dan nada taubatnya itu seolah-olah Aa sedang mentaubati dosa yang sangat besar, ya mungkin setara dosa merampok uang Century. Padahal, apakah kesalahan Aa sebesar itu? Bahkan, bisa jadi yang Aa lakukan saat itu bukan dosa, karena ke-keren-an dalam dakwah yang ia tampilkan 10 tahun yang lalu memang cocok sesuai kondisi masyarakat saat itu.

Itulah kerendahhatian Aa Gym, untuk hal yang belum tentu sebuah dosa saja ia berani bertaubat dengan serius, dimuka umum pula tanpa memikirkan malu.

Eh lah sekarang ada program televisi, yang isinya adalah keren-kerenan berdakwah. Pesertanya lulusan-lulusan pesantren yang masih seumuran denganku. Ini membingungkan, sebenarnya perlu tidak si keren-kerean menjadi Dai? Orang Aa Gym yang sudah senior puluhan tahun berdakwah saja men-taubat-i perilakunya yang berniat berdakwah ingin keren dimata pendengar.

Cukup atuh, keren dimata Allah saja betul tidak?... halooo.... *Kangen style Aa Gym

1 comment: