2/7/11

Cutting The Edge

Kalau istilah ini saya pertama dengar dari Hilmy, Cutting The Edge maksudnya itu melintas Zaman. Di zaman musik itu seperti ini, itu, anu dan ono, Frau mengaransemen sesuatu yang berbeda, musik masa depan mungkin.

Berandai-andai, sekiranya saya tidak dilahirkan di tahun 1987, tapi di zaman pra kemerdekaan, dimanakah posisi saya? Apa saya menjadi kopral yang mempertahankan merah putih, atau menjadi inlander, demang-demang kesayangan Belanda?

Kalau saya hidup di Badui yang jahiliyah, zaman dimana Rasulullah SAW belum lahir, apakah saya termasuk orang yang resah dengan dengan kondisi masyarakat saat itu, atau saya termasuk salah satu pelaku budaya mengubur hidup-hidup bayi perempuan?

Kalau saya hidup di zaman Galileo Galilei, apakah saya termasuk orang yang menerka-nerka yang disampaikan Galileo itu benar bahwa bumi itu bukan pusat edar, dan kemudian saya jadi muridnya, atau saya termasuk santri gereja yang alim di saat itu yang mendukung hukuman mati untuk Galileo yang sudah melanggar kebenaran yang disampaikan al kitab?

Dan saya hidup di zaman ini, zaman dimana orang belum dikatakan sebagai orang kalau belum punya gaji minimal 1.000.000 perbulan. Zaman dimana siklus hidup ya lahir, sekolah, kerja dan mati. Zaman dimana untuk dikebiri imajinasinya oleh dosen seseorang harus membayarnya mahal-mahal. Zaman dimana menjadi kuli bangsa lain itu mulia, ketimbang merintis sesuatu sendiri yang gagal melulu.

Pertanyaan untuk tiap-tiap kita, atas pola pikir yang terbangun saat ini di alam pikiran kita. Betulkah itu keberanan hakiki? Atau sekedar kungkungan lingkungan? Lingkungan dalam arti sempit, lingkungan RT dan RW kita, atau lingkungan dalam arti luas, yakni zaman kita. Pernahkah kita berpikir meloncat-loncat zaman? Zaman dimana PNS belum pernah ada di negeri ini, zaman dimana gadis-gadis dinikahkan dalam usia belia tanpa memandang pekerjaan si calon suami, zaman dimana kondisinya berbeda bahkan bertolak belakang dari zaman dimana kita hidup saat ini.

Saya masih berandai-andai, seandainya saya lahir di ruko-ruko china, bukan di dukun bayi Jawa, apakah saya akan berprinsip seperti china-china itu : lebih baik menjadi kepala kucing, daripada menjadi ekor harimau. Sungguh, keyakinan saya sedang diuji. Tapi kata Mas Hendro kemarin : bertahanlah.

No comments:

Post a Comment