2/19/12

Berangkat dari Pasar

Masih ingat kan percakapan populer Abdurrahman Bin Auf, sahabat Rasulullah yang menjadi billionair sekaligus mendapat jaminan masuk surga. Ketika itu Abdurrahman Bin Auf baru hijrah ke Madinah, lalu ditawari separo ladang dan seorang istri, beliau menolak, beliau hanya meminta "tunjukkan saya dimana pasar"?

Orang modern orang dangkal, persoalan tekstual aja sampai berujung pecah saudara. Begitu juga dalam menerjamahkan ini, begitu dangkal, tidak berani liar. Jadi membayangkan saat itu bahwa katakanlah Madinah itu Purwokerto, dan dia baru datang ke Purwokerto, maka yang dia tanyakan adalah "Pasarwage mana ya?"

Padahal esensialnya bukan itu, kalau cuma tanya pasarwage mana, bisa jadi kita cuma plonga plongo disana kalau belum tahu blas pasarwage itu seperti apa, kultur sosialnya bagaimana, yang digunakan bahasa apa, kalau begini sopan apa enggak kalau begitu baik apa enggak, dan seterusnya.

Karena sebetulnya, pertanyaan Abdurrahman Bin Auf itu lebih bisa dimaknai substansial bertanya pasar itu begini "Eh, sekarang ada peluang apa nih?"

Nah inilah, peluang yang dimaksud adalah pasar. Di masyarakat sedang ada market needs apa? itu yang membuat usaha bisa sukses dengan relatif cepat dan modal relatif ringan.

Karena tidak pernah belajar tentang Abdurrahman Bin Auf, karena kita belajar Sirah Nabawiyah linear saja sama seperti menghafalkan buku PSPB, maka pantas saja sekarang ini begitu banyak pengusaha pemula (termasuk aku) yang memillih usaha bukan "berangkat dari pasar", tapi "berangkat dari mood", atau "berangkat dari stigma", atau "atau berangkat dari modal".

Apa contohnya? Contohnya mood sedang senang usaha x, sudah aja beli ini beli itu buat modal, lalu begitu dijual, ternyata pasarnya sedikit, udah gitu tidak ada mental fight, udah gitu setelah sebulan mood-nya hilang. Bubarlah usaha.

Begitu juga dengan ramainya Kebab Turki. Akhirnya peniru-penirunyapun berdatangan, ada Kebab King, Kebab Israel, Kebab Ethiopia dan seterusnya. Pertanyaanku adalah, itu mereka pada latah bikin kebab, karena memang marketnya besar, atau karena silau dengan stigma kesuksesan Kebab Turki sang pendahulu?

Begitu juga ada seorang kawan yang buka warnet, hanya karena ada yang memodali. Sebentar, sebentar... pasarnya sudah diperiksa belum? Modal besar, pasar kecil, sanggup fight tidak?

Karena itu, untuk saudara-saudara yang sedang bingung memilih bisnis, menirulah Abdurrahman Bin Auf agar bisa jadi billionair. Berangkatlah dari kejelasan pasar. Bukan dari mood, bukan karena modal, bukan oleh stigma, bukan lain-lainnya...

No comments:

Post a Comment