2/28/12

Arti Kata BPPT : Seminggu Lagi

Esemka Rajawali kemarin uji emisi, pakai alat-alatnya canggih, muantep deh. Tapi lolos tidaknya baru bisa diumumkan seminggu lagi. Karena katanya, BPPT hanya memberikan data, yang memutuskan lolos tidaknya adalah Kementerian Perhubungan.

Iki yo opo rek. Logikaku agak nge-hang mengikuti cara berpikir BPPT dan kementerian perhubungan kita. Kok kementerian perhubungan yang menentukan? bukannya kalau sudah ada data, ya sudah itu berarti dasar ditentukannya lolos tidaknya uji emisi? KECUALI, ada variabel lain diluar data riset yang berpengaruh terhadap penentuan kelolosan, misalnya, besarnya SOGOKAN yang harus Kemenhub terima.

BPPT, ragu benar aku dengan lembaga ini. Beberapa bulan lalu aku ikut technopreneur yang diselenggarakan pemda dengan BPPT, disitu ada sesi jadwal presentasi untuk menentukan 10 terbaik dan mendapat hibah inkubasi 100.000.000an. Apa yang terjadi? presentasi kacau, proposal enggak dibaca, pengumuman yang dijadwal harusnya hari itu juga terus ditunda, katanya : seminggu lagi.

Apa seminggu lagi hasil pengumuman kelolosan 10 besar itu keluar? TIDAK. keluarnya sebulan kemudian, eh lebih dari sebulan malah. Dan itu, bukannya diumumkan pakai surat resmi, tapi harus melihat ke kantor satu persatu masing-masing peserta.

Coba ya, seminggu dari sekarang, seperti apa integritas & kredibilitas BPPT kita apakah akan ontime. Atau ngecap doank, makan gaji buta doank selama ini.

2/23/12

Kasihan Kepada Anti Turangga-Seta

Barusan menjelajah trit di Kaskus yang mengkritisi Turangga Seta. Aduh, yang kepikir & yang dirasa kok ya kasihan aku sama mereka. Sudah info yang mereka terima belum jangkep, tapi ngecuprus aja kayak yang paling benar-benar a mereka.

Diantara banyak argumentasi, mulai dari kota Teheran berasal dari kata Heran & Swiss berarti Sudah, sampai tentang jembatan Rama antara Srilanka & India yang dikemukakan oleh para kritikus itu, saya cuma agree di satu argumen saja, yakni tentang Chanelling.

Betul, bahwa bisa jadi pola interaksi Mas Bimo dari Turangga Seta setelah laku tirakat demikian panjang sehingga bisa berkomunikasi dengan mahkluk non-manusia perlu di crosschek apakah itu memang betul komunikasi dua subject atau hanya ilusi dari dalam dirinya yang berasal dari obsesi yang teramat kuat akan satu hal yang begitu ia yakini : kebesaran Nusantara masa silam.

Namun, tim Turangga Seta sudah melakukan upaya, yakni tidak serta merta patuh pada pesan mistis, tetapi melanjutkannya dengan metode penelitian ilmiah. Pesan mistis itu hanya untuk titik berangkat saja.

Saya jadi teringat, ketika ketulusan Bunda Asminah, asisten Fahmi Basya harus mengklarifikasi trit yang menghujat kekeliruan ayat yang dikutip di makalah Fahmi Basya dan dibesar-besarkan. Padahal tidak semestinya dibesar-besarkan, karena itu hanya salah ketik angka ayat, yang kalau diklarifikasi ke sumbernya saja bisa segera direvisi dan bukannya jadi bahan maki-makian.

Kritikus2 itu sebagian besar (tidak semua) hanyalah orang-orang yang sinis, yang iri pada kemajuan orang lain. Saya kasihan pada mereka, ketika Fahmi Basya, Turangga Seta, mendapat kemuliaan karena mereka telah berijtihad. Eh mereka-mereka cuma kopong riuh dengan kecuprusan belaka.

Mbok iyao, kalau mau sinis & mengkritisi, ini saja :
1. Kurikulum Sejarah kita
2. Hasil riset arkeolog bentukan dinas-dinas yang malas bekerja dan hasilnya janggal-janggal
3. NGO yang kerjaannya cari donor

Yang sudah benar-benar dan jelas-jelas menyimpang tidak mereka gubris, karena mereka sudah tunduk pada stigma kebenaran massal. Tapi yang aneh-aneh seperti Turangga Seta, yang bilang Kanjeng Ratu Kidul itu adalah moksa nya Ratu Angin-Angin, Yang bilang di relief Borobudur ada Ufo, baru aja dimaki-maki...

Mas, mba, yang menetukan sebuah ilmu itu ilmiah atau enggak ilmiah itu siapa? Ilmuwan modernkan? Ilmuwan modern memang bisa apa? Menghitung Umur Rama Bridge saja tidak bisa.

Jangan batasi ilmumu sebatas stigma yang diberikan oleh ilmuwan modern bro & sista... Ilmu pemilik jagad ini kalau ditulis dengan tinta dari air samudera dikalikan 7, dengan pena dari 7 kali lipat jumlah pohon yang ada di hutan di seluruh muka bumi, itu belum cukup. Lah ilmu yang dimiliki ilmuwan modern seberapanya? Kok yakin sekali dengan stigma mereka. Kok langsung resah kalau ada hasil ijtihad baru yang nyeleneh, bertentangan dengan stigma mereka?

Unlock yourmind ah!

Kepada tim Turangga Seta, Fahmi Basya, dan semua orang yang ikhlas mensetiai sebuah proses ijtihad. Selamat bermujahadah, kalau dalam proses ijtihad kalian ada salah, ada keliru, mahfum, karena kita semua manusia biasa. Ijtihad itu kalau benar dapat dua kebaikan, kalau salah masih punya satu kebaikan. Itulah betapa mulianya ijtihad.

Tidak usah digubris itu para pencaci maki, tapi tetap jadikan kritik yang konstruktif masukan, bagian dari proses berijtihad.

Tahun 2045, kedangkalan penafsiran relief borobudur & piramid yang tersembunyi akan terkuak, dan mereka hanya akan malu dengan diri mereka sendiri, seraya berkata : tau gini mending gue dulu mengkritisi dinas pendidikan saja yang sudah jelas2 mau ancur, karena sikapnya yang ancur, arkeolog bayaran dinas-dinas juga yang cuma bekerja demi uang & NGO NGO yang cuma cari uang buat perutnya sendiri.

2/21/12

Bae

Ada satu daerah di Kudus yang namanya 'Bae'. Jadi kalau anak kecil disana ditanya sama neneknya, nanti mau melanjutkan sekolah dimana? jawabnya : di SMA Negeri 1 Bae mbah...

Bae, relevan kalau di Kudus. Tapi, tidak relevan kalau di urusan jodoh. "Udah sama si xxx bae", "udah sama si yyy bae", "udah sama si zzz bae". Kalau suggestion semacam itu ditelan secara letterlux, itu seolah-olah ajakan untuk putus asa sesegera mungkin yah. Tapi tidak, ungkapan semacam itu dibaliknya adalah bentuk perhatian, support alias dukungan, jadi, jangan disalahfahamilah.

Tapi memang kalau dipikir-pikir yo agak menyebalkan juga si, karena ungkapan di atas itu ekuivalen dengan ungkapan ketika kita pergi ke toko buah, cari buah, tapi yang kita cari enggak ada "udah beli buah ini bae yang ada", hedew..... atau ketika kita kesorean ke terminal dan angkutan yang enak sudah habis, "udah naik ini bae".

Tidaklah, tidak perlu bae, karena jodoh adalah urusan yang sangat serius, tidak boleh kita memilih, menjatuhkan keputusan, karena perasaan keputusasaan yang sebetulnya tidak perlu itu ada perasaan semacam itu karena itu adalah perasaan yang muncul karena stigma & tekanan lingkungan.

Karena bahkan ketika CakNun tinggal pilih mau A apa Z, dari Ria Enes sampai Mba Neno, saat belum ditakdirkan Tuhan bertemu jodohnya juga dia cuma bilang "untuk urusan yang satu itu, saya gelap".

Yah, masih terus belajar...

Yihaa... Eksekutif cuma 50ribu

Kebahagiaan adalah ketika suatu perjuangan tercapai. Setahun yang lalu, bulannya sama : Februari, akhir, aku hunting tiket Promo Kereta Api yang dipublish di web mereka. Ke call center, katanya hubungi stasiun. hubungi stasiun purwokerto, katanya harus ke stasiun besar. Sampai aku pas ke Jogja bela-belain mampir ke stasiun Tugu, tidak ada kejelasan ini ada apa enggak sebenernya si promonya.

Sampai akhirnya hari ini dapat deh, tiket eksekutif cuma 50.000 utnuk kereta jarak tanggung & 100.000 untuk kereta jarak jauh. PT KAI membuka tiket promo yang hanya beberapa seat setiap perjalanan HANYA selama Maret 2012 saja.



Ngendong Online

Dulu aku pikir orang modern itu terlalu berperhitungan ekonomis, misalnya, kalau mau main ke tempatnya Mis Ary, ya harus dilandasi oleh adanya kepentingan bisnis dulu baru deh sempatkan waktu kesana. Tapi, kalau sekedar ngendong, sekedar main, ah buat apa, nggak ada manfaatnya.

Tapi sebenarnya bukan itu penyebabnya. Orang modern macam kita jarang ngendong bukan karena kita berperhitungan ekonomis begitu sebegitunya kali. Tapi karena aktivitas ngendong terlalu didominasi oleh ngendong di dunia maya, ngendong online.

Nggak percaya? coba si, seberapa sering kita klak klik web ini itu, untuk tujuan yang sekedar main kesana, main kesini saja. Berita baiknya adalah kita nggak berperhitungan ekonomis begitu sebegitunya, tapi kabar buruknya adalah kita mengalami kepincangan sosial karena syaraf2 yang berperan dalam komunikasi & interkasi offline kita jarang digunakan dan berpotensi mati.

Walhasil, ketika kita ngendong offline, bingung memilih topik, kikuk dalam mengobrol, gagap dalam berpamitan, enggak kepikir membawa buah tangan, gamang dan aneh...

Lebih parah lagi, kita dicap sombong, karena jarang ngendong, dikirinya sukses benar bisnis kita, sibuk ngurusi bisnis melulu. Padahal, karena ngendongnya di dunia online teruuus....

Salah kita sendiri.

2/20/12

Kesetiaan

Quote di slide di sesi Leadership Principle ESQ Training bunyinya begini : "People who never learn to obey, he never be a good commander"

Kesetiaan kepada kepatuhan adalah pasyarat mutlak untuk menjadi pribadi pemimpin yang berhasil. Ada yang menafsirkan dalil di atas yang entah siapa yang mengucapkan dan diriwayatkan oleh siapa tidak jelas itu begini : Makanya, kalau mau jadi bisnismen sukses, kerja dulu, biar tahu bagaimana nanti mengelola pekerja.

Sah-sah saja mah pendapat seperti itu. Walau aku tidak menyepakatinya. Kenapa? Memang betul, saat kerja kita bisa mengintip budaya kerja, budaya pekerja terhadap bosnya, budaya pimpinan terhadap bawahannya. Tapi seringkali, ilmu magang manajemen perusahaan itu terlalu kecil, tidak setimpal dengan setoran "terbonsainya nyali", "tergemboknya free will", "mengkerdilnya ambisi" dan ter-lock nya mind hingga tidak lagi bisa se-open dulu.

Istilahnya orang Jawa : "Mburu uceng kelengan deleg".

Namun demikian, aku juga tidak membenarkan bila aku dan teman-temanku kalau sudah tidak kerja, tidak juga belajar setia, setia kepada kepatuhan. Kebebasan itu bisa membelenggu loh. Kalau kita hanya "unlock your mind!", kemudian "just follow your pasionaet", terus apalagi ya, ini "kerjamu adalah istirahatmu", kalau kebablasan memegang kata2 itu dan semacamnya melewati koridor produktivitas, bisa-bisa mental kita yang porak-poranda. Mental yang porak-poranda itu adalah mental kesetiaan pada kepatuhan.

Kita jadi susah patuh, patuh pada jadwal yang kita susun sendiri. Patuh pada target kepuasan pelanggan. Bahkan sampai tidak patuh pada impian yang kita gantung sendiri. Berabeh to jadinya kalau itu terjadi...

Sekali lagi, lepas dari mau kerja dulu atau enggak kerja dulu, kalau kita tidak pernah belajar untuk memaksakan diri dan kemudian menikmati kesetiaan kepada kepatuhan, maka kita tidak akan bisa menjadi pemimpin yang baik, apalagi pemimpin yang extraordinary.

Camkan itu!!! *nunjuk awakku dhewe

2/19/12

Berangkat dari Pasar

Masih ingat kan percakapan populer Abdurrahman Bin Auf, sahabat Rasulullah yang menjadi billionair sekaligus mendapat jaminan masuk surga. Ketika itu Abdurrahman Bin Auf baru hijrah ke Madinah, lalu ditawari separo ladang dan seorang istri, beliau menolak, beliau hanya meminta "tunjukkan saya dimana pasar"?

Orang modern orang dangkal, persoalan tekstual aja sampai berujung pecah saudara. Begitu juga dalam menerjamahkan ini, begitu dangkal, tidak berani liar. Jadi membayangkan saat itu bahwa katakanlah Madinah itu Purwokerto, dan dia baru datang ke Purwokerto, maka yang dia tanyakan adalah "Pasarwage mana ya?"

Padahal esensialnya bukan itu, kalau cuma tanya pasarwage mana, bisa jadi kita cuma plonga plongo disana kalau belum tahu blas pasarwage itu seperti apa, kultur sosialnya bagaimana, yang digunakan bahasa apa, kalau begini sopan apa enggak kalau begitu baik apa enggak, dan seterusnya.

Karena sebetulnya, pertanyaan Abdurrahman Bin Auf itu lebih bisa dimaknai substansial bertanya pasar itu begini "Eh, sekarang ada peluang apa nih?"

Nah inilah, peluang yang dimaksud adalah pasar. Di masyarakat sedang ada market needs apa? itu yang membuat usaha bisa sukses dengan relatif cepat dan modal relatif ringan.

Karena tidak pernah belajar tentang Abdurrahman Bin Auf, karena kita belajar Sirah Nabawiyah linear saja sama seperti menghafalkan buku PSPB, maka pantas saja sekarang ini begitu banyak pengusaha pemula (termasuk aku) yang memillih usaha bukan "berangkat dari pasar", tapi "berangkat dari mood", atau "berangkat dari stigma", atau "atau berangkat dari modal".

Apa contohnya? Contohnya mood sedang senang usaha x, sudah aja beli ini beli itu buat modal, lalu begitu dijual, ternyata pasarnya sedikit, udah gitu tidak ada mental fight, udah gitu setelah sebulan mood-nya hilang. Bubarlah usaha.

Begitu juga dengan ramainya Kebab Turki. Akhirnya peniru-penirunyapun berdatangan, ada Kebab King, Kebab Israel, Kebab Ethiopia dan seterusnya. Pertanyaanku adalah, itu mereka pada latah bikin kebab, karena memang marketnya besar, atau karena silau dengan stigma kesuksesan Kebab Turki sang pendahulu?

Begitu juga ada seorang kawan yang buka warnet, hanya karena ada yang memodali. Sebentar, sebentar... pasarnya sudah diperiksa belum? Modal besar, pasar kecil, sanggup fight tidak?

Karena itu, untuk saudara-saudara yang sedang bingung memilih bisnis, menirulah Abdurrahman Bin Auf agar bisa jadi billionair. Berangkatlah dari kejelasan pasar. Bukan dari mood, bukan karena modal, bukan oleh stigma, bukan lain-lainnya...

MekaNira Nusantara, Inspirasi dari Dahlan Iskan

Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya diskusi dipungkasi di Siomay Vandilla kemarin. Hilmy dan aku, menyepakati nama yang diilhami dari tanya jawab dengan Dahlan Iskan di Sabuga, ITB, Bandung saat jogging & aerobik bareng minggu lalu yakni : Mekanira Nusantara.

Pertanian adalah sektor primer. Krisis pangan dihadapan mata. Lulusan pertanian mayoritas tidak menjadi petani. Pemuda desa lebih memilih urbanisasi. Celah untuk menjadikan pertanian menjadi magnet kembali tidak ada cara lain adalah : mekanisasi pertanian. "Selama bertani itu masih identik dengan mencangkul, belepotan tanah, dll, maka selamanya pertanian tidak akan menarik bagi anak muda kita", kata Dahlan Iskan, Meneg BUMN.

Meskipun demikian, mekanisasi itu bukanlah bentuk industrialisasi dan kapitalisasi pertanian sepertihalnya revolusi industri di Eropa beberapa abad silam yang membuat tatanan sosial masyarakat dunia porak-poranda dan bertumbuhan manusia-manusia mesin dimana-mana. Mekanisasi itu hanya pintu awal saja, samahalnya dengan project pembukaan sawah baru yang dilakukan oleh BUMN sebanyak 200.000 hektar. Kenapa tidak langsung diserahkan pengelolaan dan kepemilikannya kepada warga, karena perlu ada yang mengawali agar sistem lebih cepat dan baik terbentuk.

2/10/12

Hukum untuk AS

TV kemarin2 dan smpai hari ini heboh AS, alias Angelina Sondakh. Apalagi tvone yang sepertinya aji mumpung banget si biru kena masalah... Nah, ini dia, yang aneh menurutku, kl ada maling kokoa, maling kelapa, maling piring, maling sandal, belum ditetapkan tersangka saja sudah dimasukkan sel tahanan. Tapi kalo Anggelina Sondakh, sampai sudah ditetapkan tersangka saja cuma dicekal keluar negeri.

Kalau perlakuan hukum seperti itu, belum ke kasus2 yg lebih besar dan super besar, apa masih perlu dibanggakan kita punya negara disebut negara hukum? Apa masih perlu ada fakultas hukum?

Jadi mempertanyakan legitimasi hukum, yang selama ini oleh banyak orang begitu dibangga2kan..

Sent using Nokia mobile phone

2/9/12

Umang

Umang Island, Pandeglang, Banten

2/8/12

DIS

Mau pamer ah sama yang lagi di Malang... Barusan dapat email, katanya sabtu pagi Pak Menteri BUMN mau ngajak olahraga pagi bersama kita-kita.. Asyeek....  hihii...

2/7/12

Tidak Aku Buru-Burui dengan Apapun

Aku lahir dan besar di lingkungan pendidik. Bapakku, Ibuku, Pakdeku sampai bulikku kebanyakan guru. Sepupu-sepupuku, juga pada jadi guru. Aku saja yang nyeleneh, lagaknya kepengin jadi juragan.

Aku juga tumbuh dan besar terbiasa mendidik. Dari jaman baru masuk SD sampai lulus SMP aku terbiasa sinau bareng & nyinaoni adik pertamaku yang umurnya nyaris sebayaan, Si Aan selisih 2 tahun saja. Dari gubug-gubugan, masak-masakan, monopoli, ular tangga sampai cerdas cermat cerdas cermatan, aku punya sekian banyak metode mendidik waktu itu.

Sampai menjelang masuk SMP adik keduaku, Si Ifa yang selisih sepuluh tahun lahir. Metode mendidikku beda lagi, mulai dari jalan-jalan, berpetualang, ngobrol tentang pesantren. Sampai sekarang masuk SMP 8 juga karena pengaruhku, syukurlah bisa juara 1,2,3 paralel terus, dan bukan cuma itu, aktif di organisasi pula, dan bukan cuma itu, kepengin masuk pesantren nanti SMA, tapi kakak yang baik, enggak boleh memaksa.

Lalu, pas masuk SMA, adik ketigaku lahir, Si Yiyi. Nalarnya jalan, otak kanannya aktif, ini anak ngeyelan sekali, tapi nyandakkan dalam memecahkan persoalan. Tidak beda dengan adik-adikku yang lain, kalau diajari nyandakkan, walau beda-beda spesialisasinya, kalau adik pertamaku pinter jualan, keduaku pinter hafalan, ketigaku pinter pecicilan.

Dari semua materi yang aku didikkan, hitung2an, karakter tokoh dunia, peta eropa, yang paling aku tekankan adalah bahasa inggris. iya benar, karena trend ketika dia besar nanti, sudah tidak bisa bicara lokal, bicaranya internasional.

Jadi arahnya kemana ini posting? Menyindir yang punya banyak adik angkat? Atau menyindir yang jadi guru cuma buat cari gaji? Oh tidak tidak tidak, maaf, kali ini aku sedang ogah urusan dengan begituan.

Aku cuma sedang terpikir, kalau ada laki-laki yang mau tunangan dengan perempuan yang perempuan itu mau diajak menginap di rumah kontrakannya (seperti tetanggaku di kompleks), materi seperti apa yang akan dididikkan si perempuan itu bagi anak-anaknya yang notabenenya adalah anak-anak si laki-laki itu juga?

Juga, apa yang akan dididikkan oleh perempuan yang mau diajak telpon2an berlama-lama, berjam-jam, berkali-kali setiap hari untuk urusan yang tidak penting dengan seorang yang bukan siapa-siapanya kepada anak-anakku, bila dia aku peristri dan melahirkan anak-anakku?

Orang-orang mungkin tahunya studyku berantakan, tapi orang-orang dekatku pasti tau kalau aku adalah orang yang sangat serius soal pendidikan. Maka, aku ikhlaskan penantianku untuk tidak aku buru-burui dengan apapun, karena yang sedang aku jemput itu adalah partnerku dalam mendidik anak-anakku nanti...

*Segerakan Ya Allah...


Di Dalam Misteri Salah & Benar

Kalau ngintip grup kampus di FB, infonya itu itu melulu : lowongan pekerjaan. Pekerjaan seolah-olah -dan memang diyakini- sebagai Juru Slamat kita dalam kehidupan. Setidaknya itu yang ada di benak sebagian anak muda dan hampir seluruh mertua di negeri ini.

Membangun usaha memang tidak mudah. Tidak mudah kalau inginnya jalannya benaaar terus, tidak mudah kalau inginnya untung terus, tidak mudah kalau inginnnya dipuji orang teruuus. 

Tapi kalau tidak mengejar seperti itu, sesungguhnya menjadi pengusaha banyak privilege-nya. Apa saja itu?
1. Tidur jam 10 siang, enggak ada orang yang berhak negur. Begitu juga kerja sampai jam 11 malam, enggak ada orang yang berhak protes.
2. Berbuat salah itu wajar, gagal itu biasa, bangkrut itu sah-sah saja. Beda sama pekerja, masa misalnya gaji minus = bangkrut, lah ya kerja rodi namanya
3. Kalau punya mobil, punya property banyak, wajar, tidak dihitung2 orang : lama kerja berapa, pendapatan bulanan berapa, kok bisa beli ya?

Lepas dari semua itu, janganlah mudah merasa bersalah, jangan sedikit-sedikit "nanti kalau salah gimana"? Memang kita hidup di dunia ini didalam misteri salah dan benar kok, kalau kita sudah tahu apa yang kita lakukan PASTI benar, berarti kita tidak belajar. Itu weling Nyai Walidah kepada Al Mukarom KH Ahmad Dahlan suaminya di film Sang Pencerah.

Dan lepas dari semua itu, mau jadi pekerja atau pengusaha, pastikan yang penting, kamu berada di tempat yang membesarkan jiwamu, expertmu, nilai-dirimu. Kalau tidak, kamu hanya buang-buang umur saja, sekalipun gajimu besar!

Ingatlah, umurmu paling lama berapa si? 60 tahun? Iya kalau sehat terus... sangat sayang kalau kamu lewatkan hari ini di tempat yang hanya untuk menuggu sore, melewatkan hari.





2/4/12

Sekat 5 cm

Katanya buku adalah teman sejati:bohong. Mana bukti kesetiaannya, orang hari-hari ini benar-benar membuatku bosan & tidak bergairah aku menggaulinya. Katanya cewe yang baca buku itu sexy, ah, masa si? Sexy itu kalau dikasih kaos jalan sehat terus sebelum dipakai lengan & lehernya digunting dulu lebar-lebar..Ah, apa unggulnya cewe banyak baca buku kalau enggak bisa bersikap njawani...

Aku hari ini mau mengucapkan terima kasih untuk Pa Wahyu Pamungkas atas tautan tulisan Renald Khasali di Jawa Pos tentang belajar itu bukan cukup 5 cm. Belajar itu bukan cuma soal membaca buku dan memamerkannya:ini aku sudah baca buku ini loh. Belajar itu bukan cuma soal memulai bisnis dan tidak mengembangkannya. 

Buku, seminar dan seabreg tools pembelajaran lainnya seringkali malah menjadi sekat yang membatasi belajar jadi tidak bisa lebih dari 5 cm ke bawah (untuk yang mulainya dari otak, baca:akademisi) dan 5 cm ke atas (untuk yang mulainya dari kaki, baca:praktisi).

Inilah yang membutuhkan waktu, membuat endapan teori mengalir sari-sarinya tidak cuma terhenti di otak, tapi sampai ke jantung, paru-paru, tangan juga kaki. Dan ini pulalah yang menguras energi, menaikkan gumpalan upaya agar tidak terhenti di dengkul, tapi naik ke lengan, dada, pikiran hingga ke hati.

Dan untuk ini, buku hanya bisa mengawali, tidak bisa memfasilitasi sepenuhnya. Begitu juga seminar-seminar

TK Mahal

Kenapa TK mahal? Karena biaya pendiriannya mahal. Kenapa biaya pendiriannya mahal? Karena beli franchise yang mahal.

Nanti pengen bikin TK, namanya TK Nusa Madani, bukan franchise, tapi pake konsultan ahli TK, jadi tetep bonafit tapi tidak mahal. Kalaupun mahal, advantage yang diterima siswa optimal.

Daripada buat beli franchise kan mending bayar konsultan, lebih murah, lebih expert.

Apresiasi Nomor Satu, Order Nomor Dua

Ngomong-ngomong soal kepekaan, aku punya cerita. Ceritanya aku mengirim pesan ke seorang kawan lama yang sudah lama sekali tidak berkomunikasi, singkat, tapi jleb : "kalau nikah nanti pesan undangannya ke aku ya".

Agak kurang enak di hati ketika aku baca jawabannya : "nggak janji ya, soalnya nanti pasti banyak pertimbangan".

Sebegitu matrenyakah aku, sebegitunyakah aku artikan jaringan pertemanan hanya sebatas jaringan market? Ya, ini zaman memang zaman dimana kepekaan sudah sedemikian tipis, apalagi semakin dipertipis oleh bercokolnya fakultas-fakultas yang kian bertambah jumlah, ragam dan biayanya setiap tahun. Sampai-sampai orang lebih bangga dikenal sebagai apa disiplin ilmunya, ketimbang sebagai namanya sendiri.

Twit untuk kawan lamaku itu sejatinya bukan twit penawaran, sekalipun ada efek samping yang aku harapkan adalah bisa dapat order nantinya. Tapi esensinya, twit itu adalah sebuah metafor saja. Sama seperti kalimat "matahari mulai tergelincir, pertanda senja telah datang".

"Kalau memang metafor, apa isi substansialnya memang di twitmu itu ki?". Isinya, pertama :
1. Pengharapan berlapis doa semoga segera dimudahkan menuju pernikahan
2. Memperkenalkan diri, bahwa sekarang ini loh usaha yang sedang aku jalani
3. Kalau ada respect untuk meng-order, misalnya dijawab "oh, usaha percetakan sekarang kamu? wah boleh-boleh, bisa diatur nanti.." itu tandanya masih diakui & dianggep sebagai teman

Sebenarnya yang berharga dari order yang diberikan oleh teman sendiri adalah apresiasinya, bukan nominal margin keuntungannya. Hal ini juga yang dilakukan Ibu dan Bapakku, seringkali memberi order, tanda mengapresiasi apa yang sedang aku kerjakan walau masih kecil. Dan akupun senang hati mengerjakannya, walau cuma untung lima ribu perak saja.

Haha, aku kalo menulis di blog tidak tedeng aling-aling. Mudah2an, base of story yang aku angkat di postingan ini tidak mampir kesini.


Bulan Mulud

Apa yang menipis keberadaannya saat ini adalah "kepekaan". ESQ Training hadir di zaman dimana orang begitu rasional, nyaris merobot, karena terkikis kepekaannya secara sistemik baik secara individu maupun komunal.

Oleh karenanya, terserah apa kata orang tentang ESQ, bagi saya Ary Ginanjar dengan ESQ nya tetaplah seorang muasis, pioner, pahlawan yang mengingatkan jutaan orang di Indonesia tentang pentingnya menghidupkan kepekaan, mulai dari kepekaan menjaga kebersihan wastafel umum melalui kisah "Rudi & Sikat Gigi", sampai kepekaan mencintai Rasulullah karena cinta Rasul SAW kepada kita sungguh tiada tara yang diilustrasikan dalam segmen "Leadership Principle" dalam training itu.

Assalamu'alaika Yaa Rasalullah, Assalamu'alaika Yaa Habiballah... Ini bulan kelahiranmu, dimana orang ramai menghujat peringatan muludan sambil asyik menikmati barongsai Imlek

Kalah Lebih Indah

Sewaktu kecil aku suka sekali bermain petak umpet tradisional yang dibeberapa daerah termasuk di daerahku dikenal dengan permainan "Lithongan". Tutorial permainannya kira-kira begini : beberapa orang berkumpul di halaman sekolahan atau lapangan lalu melakukan hompimpah. Satu orang menjaga sebuah kaleng yang diisi batu, istilahnya "jaga lithong" sedangkan anak-anak lainnya pergi bersembunyi. Sambil menjaga kaleng itu, dia berkewajiban mencari teman-temannya yang sedang bersembunyi satu persatu sampai ketemu semua.

Tapi jangan pergi jauh-jauh dari kaleng, karena kalau pada saat pergi agak jauh, tiba-tiba ada anak yang bersembunyi mengendap-endap mendekati kaleng, kemudian berlari, kemudian menendang itu kaleng sampai berbunyi. Maka semua akan keluar dari persembunyian dan dia harus berjaga lagi : permainan diulang.

Kalau pas kebagian jaga lithong, aduh rasanya sedih. Apalagi kalau sudah menemukan beberapa orang, eh kaleng ditendang, aduh mengulang lagi deh.

Tapi sedihnya jaga lithong itu lebih ringan, ketimbang kesedihan yang dirasakan ketika kita menang hompimpah, dan teman lain yang jaga. Sementara dia berulang kali menemukan, berulang kali ditendang kalengnya, jadi permainan reset lagi reset lagi... aduh kasihan ya, batinku. Terlebih kalau aku dalam posisi dilematis, disatu sisi kasihan dia sudah jaga lithong begitu lama, tapi disisi lain lithong dalam jangkauanku untuk aku tendang.

Itulah, kalah bisa jadi sedih, tapi kesedihan itu tidak seberapa dibanding kesedihan kita melihat orang lain kita kalahkan.

Pola itu terbawa sampai dewasa. Ketika aku belum bisa membeli mobil, rumah & tanah seperti teman-teman se-liftingku. Aku sedih. Tapi kesedihan itu belum seberapa, ketimbang rasa sedih melihat teman-teman lain terlilih hutang, sedangkan aku tidak.

Agak susah diceritakan tentang indahnya kekalahan ini. Tapi, silahkan rasakan sendiri. Saat kau kalah, saat kau menang, saat temanmu mengalahkanmu, saat kau mengalahkan temanmu.


2/2/12

Tidak Mengambil Hak

Bukan cuma galau, tapi juga nyesek, sakit dan seterusnya. Selalu saja ada peristiwa dimana kita harus menanggung hal yang bukan kesalahan kita. Harus ditimpa kewajiban yang bukan urusan kita. Diperlakukan orang tidak enak, padahal kita tidak berbuat ke orang itu demikian.

Sekalipun kondisi galau, nyesek dan sakit menimpa, orang tetap boleh memilih untuk tidak mengambil haknya. Hak merasa galau, hak merasa nyesek hak merasa sakit.

Biarkan saja lah, anggap ini tebusan untuk semua minus-minus yang kamu lakukan selama ini yang belum terbalas oleh azab. Atau kalau minus-minusmu itu sudah terbalas semua, biarkan ini jadi tabungan yang bisa dicairkan setiap kali kamu butuh. Butuh keselamatan keluarga, butuh kecukupan rejeki, butuh keriangan disaat sendiri dan butuh-butuh lainnya termasuk butuh tiket kereta api saat mau ke Bekasi.

2/1/12

Arti Passion

Arti passion adalah : Manja.

Orang yang menuntut bekerja harus sesuai passion adalah orang yang jiwanya manja. Kenapa, karena jiwanya haus akan kesenangan. istilahnya Dahlan Iskan lagi nih "Masih ada jiwa ingin dilayani".

Pokoknya aku mau kerja bagus kalau aku senang, kalau aku tidak senang jangan salahkan aku pekerjaanku jelek, apa malah aku tidak bekerja.

Gajah Mada, entah apa passion dia. Tapi sumpah terkenalnya bunyinya begini : Aku tidak akan menikmati buah kesenangan dunia sebelum aku menaklukan Nusantara.

Dan itu ia pegang terus sampai tahun ke-7 menjelang akhir hayatnya, setelah gagal menaklukan Sunda, ia memilih mengakhiri sumpahnya. Gajah Mada hanya menikmati kesenangan dunia 6 tahun saja.

Nah loh, pekerjaannya tidak ada hubungannya dengan kesenangan dirinya. Jadi, perlukan menemukan passion? jawabannya : Perlu. Tapi kalau belum ketemu, tidak usah jadi alasan untuk tidak pool memberikan kualitas terbaik pekerjaan.

Arti Jatuh

Dahlan Iskan memang figur pemimpin sejati. Aku agak sedikit cemas, kalau-kalau ada yang mengincar mempistol dia. Ya, karena orang macam beliau itu yang mahal adalah aset jiwanya, bukan aset rumah, mobil, tanah dan simpanan emasnya.

Kemarin keren itu Pak Menteri berperformance, sampai-sampai saat membuka sesi tanya jawab, setiap penanya dia antari microfon sendiri dengan berlari. "Jiwa melayani!", itu kata dia.

Kata dia lagi begini "Bisnis pasti akan mengalami jatuh, jadi tidak perlu saya doakan untuk Anda-anda ini jatuh, karena itu sudah pasti terjadi. Tapi pesan saya, segeralah jatuh, karena jatuh di waktu dini itu lebih mudah dikelola kejatuhannya, ketimbang jatuh ketika sudah besar nanti.", kira-kira begitu kalimatnya, tidak persis si.

Ya, dari pemaparan pak Dahlan, menteri yang mantan pengusaha ini (kalau Nabi Muhammad SAW adalah Nabi yang mantan pengusaha), jadi insyaallah Pak Dahlan adalah Ahlus Sunnah (meski celananya tidak cungklang, tidak pula berjenggot) arah yang aku tangkap tentang arti jatuh adalah keadaan dimana kita mengalami kerugian, dimana bukan kita penyebabnya. Misalnya, ditipu oleh konsumen, dipaksa membayar utang padahal bukan kita yang menggunakan uangnya, dikhianati partner bisnis, keuntungan kita dirakusi orang, dll.

Sudah pernah mengalami yang begituan, belum?

Arti Bebas

Jadi pengusaha itu bebas. Iya, bebas. Bebas itu termasuk bebas untuk bekerja melebihi jam kerja karyawan. Bebas untuk menjadikan pesiarpun adalah bagian dari pekerjaan untuk membesarkan usaha. Bebas untuk memilih tidak malas-malasan. Bebas untuk tidak istirahat di jam istirahat.

Aku terkesan dengan yang disampaikan oleh Kang Agus-Aster Disc, "Milyarder Bos Rokok itu fokus mas, fokus membesarkan usaha rokok. Kalaupun dia membuka usaha property, atau usaha ini dan itu lainnya, itu adalah untuk memutarkan uang rokoknya. Karena kalau semuanya diputar di rokok, keseimbangan pasar rokok akan terganggu".

Pertanyaannya apakah yang kita jadwalkan hingga 29 hari kedepan di bulan Februari ini, itu untuk sesuatu yang fokus apa, atau untuk memenuhi kesenangan diri saja? atau untuk gaya-gayaan menuh-menuhin agenda saja? atau blank, no plan, no design activity? Oh ya pantes belum jadi milyarder macam bos rokok.

Februari:Upgrade


Bulan sudah berganti, tagihan-tagihan baru sebentar lagi datang menghampiri. Tapi, tidak usah terlalu diambil hati, yang penting usaha & berbagi tidak berhenti, insyaallah rejeki baru akan selalu datang mengiringi.

Kalau Januari kemarin slogannya "harumkan jejakmu", bulan ini beda lagi. Alhamdulillah, bulan kemarin sukses sudah berlalu aku jalani, tidak ada order yang tidak terselesaikan, tidak ada tagihan yang tidak terbayarkan. Jejak-jejak di time planner baruku 2012 juga lumayan bagus:full:penuh, tidak ada satu haripun yang kosong, nganggur, layah-leyeh. Bahkan ada lebih dari 15 pertemuan ilmiah dalam bentuk forum, konferensi, rapat konsultansi, rapat kerja, dll terjadi di bulan kemarin. Bagiku, jejak-jejak di bulan kemarin sudah cukup harumlah, harum menurut ukuranku sendiri.

Dan sekarang ganti bulan, ganti motto lagi, sekarang mottonya adalah:Upgrade. Pilihan motto ini didasarkan dari pertemuan dengan Happy Trenggono kemarin di perhelatan Pesta Wirausaha TDA, forum pengusaha pemula terbesar di Indonesia yang diisi oleh lebih dari 15 tokoh besar mulai dari Dahlan Iskan, Jokowi, Yusuf Mansyur, Chairul Tanjung, Happy Trenggono, Sandiaga Uno, Merry Riana, dll. 

Kata Happy Trenggono, pengusaha sukses yang terkenal dengan jargonnya "BELI INDONESIA" itu singkatnya begini : "ubah cara bermainmu!". Nah lo, karena aku percaya setiap pembaca memiliki keleluasaan tafsir dan improvisasinya masing-masing, jadi tidak usahlah aku jelaskan maksud dari kalimat itu.

Semoga, motto bulan ini sukses lagi terlaksana. Sekalipun aku tinggal di kandang ayam, aku bukan ayam:upgrade. Kalaupun aku sehari-hari bersama itik, aku bukan itik:upgrade.