4/19/10

Rancangan Mei Value

1. Seyogyanya alokasi modal paling prioritas adalah untuk modal pembangunan pelanggan (market)

Dalam memulai usaha kita membutuhkan modal. Namun, kuatitas modal bukanlah ukuran keberhasilan sebuah usaha, berapa banyak usaha yang modalnya besar tetapi kemudian bangkrut. Di Purwokerto contohnya adalah ayam cepat saji The Chicken yang menempati salah satu ruko lumayan mewah akhirnya tutup dalam hitungan bulan. Tetapi bandingkan dengan angkringan pertigaan jalan kampus, yang modalnya kecil dan pesaingnya banyak, setiap malam untuk mereguk omzet 1-2 juta bukanlah hal yang sulit.
Disinilah kita memerlukan strategi dalam mengalokasikan modal. Modal besar banyak dialokasikan untuk membangun tempat produksi terbaik, tetapi sebagian besar orang hanya menyisakan sedikit saja untuk penjaringan pelanggannya. Saatnya dibalik, seefisien mungkin membangun tempat produksi dan semaksimal mungkin membangun pasar.

Salah satu bentuk real mengalokasikan modal besar-besaran untuk pemasaran adalah memberikan harga khusus bahkan gratis dalam jumlah besar di awal soft opening usaha. Ini gambarannya adalah, alokasi modal yang tadinya akan dipakai untuk membuat tempat yang mewah, karyawan yang banyak dan sebagainya disubstitusi untuk membelikan bahan baku produk kita yang akan dibeli cuma-cuma atau dengan harga murah oleh konsumen-konsumen awal yang meramaikan usaha kita.


2. Sebaik-baik marketing adalah dari orang dekatnya, orang yang berhasil melakukan pendekatan dan dari orang banyak yang berkerumun

Sebuah usaha mengumbar diskon berharap pada tertarik datang, tapi dengan diskon itu orang justru jadi berstigma “oh, usaha ini sedang turun nih, makanya didiskon-diskon”. Sebuah usaha membuat spanduk dan baliho besar-besar, tatapi orang justru calon konsumen berasumsi “oh, ini promo mewah-mewah begini nanti jatuhnya aku yang bayarin, karena kan uang buat bikin spanduk dan baliho diambil dari pendapatan alias uang pelanggan”. Begitu juga sebuah usaha memborbardir brosur dan selebaran, tetapi yang ada di benak orang “wah ini lagi menjilat orang-orang biar pada mau beli disana nih’.

Begitulah, banyak orang berbisnis tanpa memahami filosofinya. Bisnis menjadi ajang untuk menggaet uang orang sebanyak-banyaknya, padahal bukankah tidak begitu filosofi bisnis, filosofi bisnis yang benar adalah bisnis untuk ajang melayani dan kita akan mendapat imbalan yang setimpal dengan tingkat seberapa puas orang itu terhadap kualitas pelayanan kita.

Itulah mengapa hanya ada tiga cara pemasaran (marketing) yang paling efektif dan tidak membutuhkan uang besar (yang dibutuhkan ketekunan besar).

a. Dari orang dekat
Promo dari orang dekat adalah kebalikan dari promo model bombardir brosur yang seakan menjilat bahkan mengibuli orang agar mau membeli produknya tanpa peduli orang benar-benar membutuhkannya atau tidak. Dari orang dekatlah prasangka negatif itu mental. Bayangkan kalau ada teman dari seseorang mengatakan “Itu loh beli disana enak”, “di toko X saja pelayannya ramah”, ampuh mana coba kata-kata itu dengan satu rim brosur fullcolor? Itulah ampuhnya pemasaran dari mulut ke mulut, asal kita telaten pasti sukses.

b. Dari orang yang melakukan pendekatan (bukan pengakalan)
Ketimbang kita membombardir seantero kota dengan brosur dan voucher diskon, lebih efektif kita menebar orang-orang yang bertalenta di bidang pemasaran. Orang yang bertalenta itu tidak serta merta menyerang orang untuk beli dan jadi pelanggan, terlebih dahulu orang-orang itu dikirimkan untuk melakukan pendekatan, setelah berhasil dekat, barulah promo produk dilakukan.
Model seperti ini kendalanya di mencari orangnya, tetapi ampuhnya luar biasa. Karena kita tidak menyerang orang dengan promosi kita, tetapi kita mengirimkan orang-orang yang bisa menjadi dekat dengan mereka, baru setelah dekat melalui orang-orang itu kita mencoba melayani mereka dengan produk kita.

c. Dari orang banyak yang berkerumun
Di dunia ini berlaku prinsip kebenaran (semu) mayoritas, maksudnya orang akan cenderung percaya kepada sesuatu yang diyakini banyak orang sebagai kebenaran. Begitu juga ketika orang melintas di sebuah tempat usaha yang ramai sekali orang berkerumun, orang yang melihat itu akan berpikir bahwa tempat usaha itu memang baik buktinya didatangi banyak orang.
Mensiasati agar di tempat usaha kita orang-orang berkerumun akan menjadi alat marketing yang ampuhnya mengalahkan baliho. Di Purwokerto di contohkan dengan Yogya Chicken, rasa biasa, harga standar, tapi laris, kuncinya adalah ketika awal-awal opening orang berkerumun ramai.

3. Produk generik lebih mudah dalam membuka pasar ketimbang produk yang unik. Produk generik yang berhasil meraih pasar adalah produk generik yang unik.

Gorengan itu generik, martabak unyil itu unik. Gorengan dikenal oleh semua orang sedangkan martabak unyil harus dikenalkan dulu baru orang pada kenal. Membuka pasar gorengan itu lebih mudah daripada membuka pasar martabak unyil, karena jauh sebelum usaha dibuka orang sudah mengenal dan mengkonsumsi gorengan, sedangkan untuk menjadi doyan, bahkan “klangenan” (baca : maniac) martabak unyil butuh waktu.
Namun begitu, untuk menjadi pemain utama di usaha generik yang kita bangun kita tetap harus membangun keunikan, bisa dengan keramahan peyananan yang hanya ada di tempat kita, rasa yang tidak ditemui di tempat lain atau lainnya. Jadilah generik yang unik.

4. Sebaik-baik ide bisnis

Apa si sebaik-baik ide bisnis itu? Sebaik-baik ide bisnis adalah yang dijalankan. Karena ide bisnis yang mudah akan mudah pula digunakan oleh orang lain. Ketika orang lain ternyata lebih tangguh dari kita, maka kita akan tenggelam oleh orang itu. Maka agar kita tidak tenggelam oleh perlakuan pesaing yang lebih tangguh, pilihlah ide bisnis yang sulit. Dan ide bisnis yang sulit akan membuat kita kesulitan, pusing, stress, gila, bangkrut hingga trauma berbisnis, maka bisa jadi ide itu akhirnya diambil alih oleh orang lain yang lebih tangguh.

Maka, tidak ada pilihan lain, mau ide bisnis mudah atau ide bisnis sulit, kata kuncinya adalah : KITA HARUS TANGGUH dan cara untuk tangguh apalagi kalau bukan mencoba, meningkatkan jam terbang.

No comments:

Post a Comment