Jangan ikut komunitas, itu pelajaran yang aku dapat hari ini. Iya, jangan ikut komunitas kalau mau hidupmu pindah-pindah jalur enggak konsisten.
Seorang fotografer tak akan jadi fotografer dahsyat tanpa ikut komunitas fotografi. Seorang railfan tidak akan menjadi railfan super tanpa gabung di komunitas railfan. Seorang motivator tak akan jadi motivator great tanpa terlibat dalam komunitas motivasi.
Beberapa hal yang menjadi inspirasi saya memaknai hal di atas :
1. Obrolan dengan seorang trainer waktu itu yang menyampaikan pemahaman bahwa, seorang guru juga butuh guru, seorang trainer juga butuh training, seorang konsultan juga butuh konsultan. Ya, sekalipun status kita adalah pembagi ilmu, kalau kita tidak menambah ilmu maka siap-siaplah ditelan bumi. Bukankah komunitas adalah tempat yang tepat untuk saling timpal menimpali ilmu?
2. Seorang teman yang begitu idealis kini mengubah jalan hidupnya. aku mencerna hal itu sebagai karena dia tidak intens berkomunitas. Komunitaslah yang akan menjaga keyakinan kita disaat down dan mensupport kita disaat up.
3. Membangun komunitas itu tidak mudah, betul, ada instrumen yang sensitif di dalamnya, yakni : komunikasi, kepentingan dan kesediaan untuk saling memaklumi/melengkapi kekurangan. Ya, ternyata memang komunitas itu dahsyat, kita saja yang tidak menyadari kedahsyatannya. Maka wajar sulit, ibarat komunitas adalah sistem yang akan melajukan kita ke visi kita seperti pesawat yang melajukan badan kita keliling dunia. Membangun komunitas sesulit merakit pesawat, menjaga komunitas sesusah memaintenance pesawat.
Saya niatkan untuk lebih menghargai komunitas, saya tidak mau bersedih karena baru merasa setelah kehilangan, seperti terharunya Ria atas UGM saat-saat wisuda.
"Jangan karena ada, njur kita meremehkan. Pas nggak ada, baru nyari-nyari." Bukankah tidak ada sesi yang paling menyebalkan selain ketriwalnya kunci motor?
No comments:
Post a Comment