Bahkan jenggotpun tidak tumbuh dalam waktu sekejap. Butuh waktu. Sekali waktu mungkin seseorang pernah bedoa kepada Tuhannya, bahkan biasanya pada saat ulang tahun teman-temannyapun ikut mendoakan, "Selamat ulang tahun, semoga semakin dewasa".
Doa minta ditambahi kedewasaan tidak "ujug-ujug" kita lantas menjadi bertinggi dan berberat badan tertentu, tidak langsung berjenggot tebal dalam sekejap. Sehari dua hari mungkin doa itu terasa seperti angin lalu saja. Lalu hari berganti bulan, bulan berganti tahun, rundungan masalah datang, dia membuat sebuah kesalahan, entah besar, entah kecil, masalah itu membuat banyak orang dirugikan. Diapun terpuruk.
Masalah lama baru akan selesai, masalah baru muncul, orang lain membuat dia marah, kesal bukan kepalang. Gantian dirugikanlah dia. Oooo.... mungkin sekilas itu seperti kejadian-kejadian biasa saja yang tidak berhubungan satu sama lain. Tapi siapa yang tahu, bahwa kesalahan yang ia perbuat, bahwa kesalahan orang lain yang merugikan dirinya, adalah bagian dari cara Ke-Mahabijaksaaan Tuhan dalam mengabulkan doanya di hari ulang tahunnya dulu?
Bagaimana seorang akan menjadi dewasa, kalau dia tidak bisa menjadi pribadi yang "memahami", memahami bahwa dalam dirinya bukan hanya ada kelebihan, tetapi juga ada kekurangan. Bagaimana pula seorang akan menjadi dewasa, kalau dia tidak bisa menjadi pribadi yang "menerima", menerima kenyataan bahwa kekurangan adalah bagian tak terpisahkan dari dirinya. Dan bagaimana seorang akan menjadi dewasa, kalau dia tidak bisa menjadi pribadi yang "mampu memaafkan", memaafkan diri sendiri atas kekurangan dirinya, memaafkan orang lain atas kekurangan orang tersebut.
Dan bagaimana seorang bisa menjadi pribadi yang memahami, menerima dan mampu memaafkan kalau tidak dikenai dengan suatu peristiwa yang melibatkan dirinya langsung, yakni masalah?
Ya, masalah adalah perintah Tuhan kepada kita untuk berubah. Berubah menjadi bertambah dewasa adalah salah satu bentuknya. Maka, pilihan di tangan kita, beberapa orang akan berkata "aku maafkan diriku sendiri" dan "aku maafkan engkau" karena ia mengijinkan doa yang ia lafadzkan sendiri itu terijabah.
Dan beberapa orang lainnya lebih memilih menutup terwujudnya doa yang sebetulnya sudah dikabulkan Tuhan, dengan terus menggerutu "kenapa aku begini? saya tidak berguna" dan "kenapa kamu begitu? saya tidak terima".
Itulah keistimewaan manusia, bahkan pilihan untuk terkabulnya doanya sendiri, ada ditangannya.
No comments:
Post a Comment