Kata “entrepreneurship” yang di Indonesiakan menjadi “Kewirausahaan” berasal dari kata perancis “entreprende” yang berarti berusaha. Dalam konteks bisnis berarti memulai sebuah bisnis. Ada banyak definisi dari kata entrepreneurship yang dikemukakan para ahli. Salah satunya yang paling saya sukai adalah menurut Peter Drucker yang menyatakan bahwa yang dimaksud entrepreneurship adalah “aktivitas yang secara konsisten dilakukan guna mengkonversi ide-ide yang bagus menjadi kegiatan usaha yang menguntungkan.
Sebenarnya latar belakang keilmuan saya sangatlah tidak memadai untuk membahas apa dan bagaimana atau seluk beluk entrepreneurship itu sendiri. Hanya karena perjalanan hidup memaksa saya (tentu saja bersama suani) untuk mau mempelajarinya. Melalui tulisan ini pula sebanarnyalah saya dalam rangka belajar sembari memenuhi tantangan pak Ersis untuk mewujudkan menulis. Tema ini yang saya pilih karena saya merasa inilah yang paling berkaitan dengan apa yang saya alami.
Dimulai sekitar 6-7 tahun yang lalu ketika buku Rich Dad Poor Dad nya Robert Kiyosaki ramai diperbincangkan orang. Buku yang betul-betul telah sanggup mengguncang dunia. Saya sendiri ketika membeli buku itu tidak tahu-menahu isinya bakal bagaimana. Saya hanya tertarik judulnya. Toh begitu selesai membaca, saya penasaran untuk mengikuti seri selanjutnya Cashflow Quadrant kemudian Retire Young Retire Rich. Agak-agak terprovokasi juga dengan pemaparan dan segala iming-iming yang ditawarkan buku tersebut. Siapa orangnya yang tidak menginginkan kebebasan financial, punya lebih banyak waktu luang untuk keluarga, tidak perlu bekerja keras (karena uang yang akan bekerja untuk kita) dan akhirnya bias pension di usia muda –kaya raya- bisa berkeliling dunia. Siapapun orangnya pastilah tergiur.
Dalam keadaan masih membayang-bayangkan untuk berani memulai usaha sendiri, tiba-tiba suami dihadapkan pada pilihan yang sulit. Perusahaan tempatnya bekerja menawarkan 2 opsi. Pertama terus bergabung dengan menejemen baru yang artinya masa kerja dianggap nol tahun. Atau keluar dengan mendapatkan sejumlah pesangon (waktu itu masih sesuai keputusan menteri). Normalnya, kabar tersebut akan membuat kami panik, tetapi saya biasa saja menanggapinya bahkan bisa dikata justeru bersyukur. Singkat kata akhirnya kami memutuskan untuk memulai bisnis kecil kami sendiri.
Kami pulang ke kota kecil darimana saya berasal, dengan pertimbangan kami sudah pernah membangun ruang usaha yang terpaksa saya tinggalkan karena harus mengikuti suami yang sering berpindah-pindah.Di kota kecil ini kami memulai usaha kami. Dalam waktu singkat, usaha yang kami rintis tumbuh dengan cukup signifikan. Kami pun tergoda untuk segera menambah jenis usaha lain. Dan inilah awal bencana. Karena menjadi tidak fokus, usaha pertama yang secara fundamental sebenarnya belum cukup kuat mengalami kemunduran bahkan akhirnya benar-benar kami tutup di tahun ke empat. Sedih sekali rasanya.
Jatuh bangkrut apapun alasan dan penyebabnya terasa begitu menyakitkan. Beruntung masih ada usaha semacam business opportunity yang kami miliki. Waktu itu kami benar-benar hanya sanggup menggaji satu orang pramusaji (karena bisnis makanan) untuk bergantian jaga dengan suami. Itupun pada saat-saat ramai saya harus turut membantu. Anda bisa bayangkan bagaimana kehidupan kami waktu itu. Hampir semua harta yang kami punya terjual, bahkan TV dan computer yang semestinya satu-satunya hiburan ikut terjual.
Bangkrut adalah suatu kondisi yang benar-banar sanggup menghancurkan segala potensi diri maupun keluarga. Begitu sakit begitu membuat nyaris putus asa. Pada saat kesedihan begitu mendalam tidak ada lagi yang bisa kami perbuat selain tetap bekerja meski dalam keputus asaan.
Pada saat inilah hadir buku yang sangat menyejukkan hati La Tahzan Jangan Bersedih. Saya beli juga buku itu meski harganya cukup mahal untuk ukuran kami, karena setiap rupiah yang kami kumpulkan harus dibelanjakan dengan sangat hati-hati. Buku inilah yang sanggup membangkitkan semangat kami kembali. Buku ini pula yang mengajari kami untuk berani menghadapi hidup dengan segala manis getirnya, naik turun, susah senang. Karena hidup tidak selalu bergula.
Dari perjalanan hidup kami ini, ada yang ingin saya bagikan kepada anda dan kita semua Pertama, jika anda dan kita semua masih menganggap bahwa entrepreneurship adalah tentang cara bagaimana menjadi kaya, adalah suatu kesalahan. Kewirausahaan lebih mengacu kepada nilai kemampuan dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai resiko yang akan dihadapi. Kedua, Kewirausahaan bukan semata-mata tentang mengajari cara untuk berdagang dan memulai bisnis sendiri. Karena dalam kewirausahaan selalu ada prinsip-prinsip keluhuran budi, jujur, ksatria mau bekerja keras dan tidak mudah menyerah.
Kita melihat bagaimana para wirausaha yang berhasil dengan gemilang selalu mengajarkan bahwa tidak ada jalan mudah menjadi kaya, semua diawali dengan kerja keras, konsisten dan berkelanjutan. Tidak cepat puas dan selalu bersyukur untuk kemudian tidak dengan egois kekayaan itu digunakan untuk bersenang senang semata.
Terakhir yang ingin saya bagikan adalah jika anda sedang bersiap memulai bisnis anda sendiri, camkanlah nasehat ini. Merintis usaha semata-mata untuk menjadi kaya bisa dipastikan gagal. Geserlah pengharapan dengan menambah nilai-nilai yang ingin dicapai dari usaha anda itu. Karena seberapa kecilpun ukuran suatu usaha jika dimulai dengan niat baik, cara-cara bersih, keberanian dan kemandirian akan jauh lebih mulia bila dibandingkan dengan sebuah perusahaan besar yang bergelimang fasilitas sarat kolusi dan penuh keculasan. Ketika semua kebutuhan diri dan keluarga telah bisa dipenuhi segeralah bekerja untuk orang lain. Itulah nilai-nilai kewirausahaan atau yang dalam bahasa kerennya disebut entrepreneurship.
::Penulis : Ibu Reny Widyaningrum::
No comments:
Post a Comment