Dari SD kita belajar membaca, terus mencongak, terus menghafal. Sampai SMP, tenses wajib di hafal, di SMA (yang IPA) rumus dan rangkaian Kimia juga wajib dihafal, yang nggak hafal namanya "oon, dungu, bodoh", sampai kuliah, ada yang masih begitu? banyak...
Tadi malam nonton film Planet of The Apes, disitu ada adegan keren, ada pertunjukkan topeng manusia, ya, bukan topeng monyet. Di Film itu yang suruh nari-nari didandanin manusianya, dan yang narikin uang si monyet.
Ini bukan fiksi, memang jaman sekarang pendidikan kita sudah melahirkan produk manusia yang tidak jauh beda dari monyet. Betul itu.
Kemarin saya denger di kampus rekaman bunyinya begini "... dikampus kami masa tunggu rata-rata alumni adalah 4 bulan, setelah itu mereka bekerja kebanyakan di bidang jasa...".
Anda pernah bercakap-cakap dengan monyet, coba si tanya si monyet, "nyet, nanti kalau gede kamu mau jadi apa?" apa dia jawab, "ngak ngak nguk nguk..." (nah persis begitu, bagus, mirip...). Lalu setelah dewasa akhirnya dia diangkat oleh PT Topeng Monyet Indonesia, dia dilatih 1-2 bulan, akhirnya bisa juga memperagakan adegan "sarimin pergi ke pasar" dengan alunan dangdut "dendang gembira suka-suka" begitu setiap hari.
Lalu, apa bedanya dengan ini, coba tanya ke seorang manusia, "hey, nanti kamu mau jadi apa setelah lulus?" apa jawab dia "ah nggak tau lah nanti...". Hm, apa bedanya jawaban "nggak tahu" dengan "ngak ngak nguk nguk"?
Lalu, setelah dewasa ada perusahaan topeng monyet yang bergerak di bidang jasa telekomunikasi membuka lowongan, Anda mendaftar dan diterima, dan bekerjalah Anda disana mengencangkan mur BTS dari hari ke hari dengan ditemani alunan lagu "isabela". Bayangkan itu, bandingkan dengan monyet yang bekerja di topeng monyet.
Dan anehnya, banyak para topeng monyet manusia yang bangga dengan pencapaiannya.
Yah, Chappy Hakim seorang pensiunan pilot mengatakan, monyet bisa dilatih untuk bisa menerbangkan pesawat betulan. Bayangkan itu, masih merasa kita manusia kah kalau otak yang kita kembangkan sebatas kemampuan yang otak monyet punyai?
Bukan arogan kalau Bob Sadino mengatakan sekolah itu bikin goblok. Bagaimana tidak jadi goblok kalau setiap hari kita dijejali dengan hafalan-hafalan yang dipaksakan di otak bagian short-term-memory, kalau bukannya dipacu untuk PD tetapi diajari untuk minder dan menghakimi diri dengan rangking dan IPK, bukannya diajadi untuk berani berinovasi tetapi secara tidak langsung dibentuk untuk taklid buta pada dosen.
Berapa banyak otak kita digunakan untuk menganalisis? bahkan pas skripsi saja analisis datanya nyewa jasa pembuat skripsi di rental komputer. Sangat kurang pendidikan kita mengarahkan anak didiknya untuk menganalisis, membangun keterkaitan antara satu hal dengan hal lainnya. Apalagi untuk peka, responsif dengan variabel tak terbatas di alam sosial kita. Terlebih lagi untuk berimajinasi, mengkonstruksikan mahakarya, dedikasi bukan sebatas dari apa-apa yang sudah ada, tetapi dari dunia maya dalam otak kita yang tak terbatas dan tak terbatasi.
Selama pendidikan belum diarahkan untuk analitis, responsif dan imajinatif selama itu pula bangsa kita ditelikung dengan nyamannya oleh lutut Amerika.
No comments:
Post a Comment