12/5/09

Dua Penghakiman yang Kita Berikan Tanpa Sadar Padahal itu Sangat Berbahaya

1. Penghakiman terselubung pertama

Seorang anak kecil baru awal-awal SD sedang bermain-main di kamar, padahal itu waktunya belajar, lalu si orang tua berkata kepada anaknya, "hey, belajar, belajar, rajinlah sedikit!".

Orang tua itu tidak marah-marah, bukan? Tapi berbahayakah ucapan itu? Ya, berbahaya sekali. Kenapa berbahayanya? Coba cermati, coba renungkan, memang kalimat itu content-nya mengajak seseorang melakukan kebaikan, tapi apa yang ada di dalamnya ternyata terselip sebuah pernghakiman yang tanpa sadar kita lontarkan dalam hal ini pada si anak

bahwa si anak itu tidak rajin, malas.

Contoh kedua, ketika membangunkan teman sholat shubuh, "hey, bangun-bangun, gimana si udah mau habis ni waktu shubuh, apa sholatnya mau nunggu malaikat udah pada pulang?"

Perhatikan, tidak ada ejekan dalam kalimat itu. Tapi, sontak si orang yang kita bangunkan langsung membentuk pola penghakiman diri "oh saya orang tidak beriman, mengabaikan malaikat".

Coba baca ulang kalau belum paham. Kalau belum paham juga, bandingkan dengan pendekatan yang lebih konstruktif.

Alih-alih menyuruh si anak belajar, orang tua itu menanyakan "mana tas kamu?", "gimana PR yang kemarin dapat berapa?", "wah, ini bisa dapat 60.. (biarpun nilainya rendah, ungkapkan dengan nada positif)", lalu lanjutkan, "coba kalau materi yang ini, gimana?...".

Pujian terselubung menjadi sebuah pengakuan yang melahirkan penghakiman positif bahwa "aku kemarin bisa", penghakiman itu melahirkan "minat". Dan menanyakan materi selanjutnya mengarahkan kemana "energi minat itu diarahkan".

begitu juga, alih-alih menyalahkan teman kita yang bangunnya kesiangan dan belum sholat shubuh, cobalah datangi dengan baik-baik, tepuk, bangunkan dengan halus, "nikmat bener tidurmu sampai pules gini", "masih ada waktu shubuh tuh sedikit, hayo ndang!".

Cara membangunkan yang berbeda itu akan melahirkan penghakiman diri yang berbeda, bukan sebagai orang yang salah karena bangunnya kesiangan, tapi sebagai orang yang baru dapat nikmat, nikmat tidur pules.


Sekali lagi, hati-hatilah, jangan sampai di dalam ajakan baik kita, justru tersembunyi penghakiman negatif yang merusak terhadap orang yang kita ajak baik itu.


2. Penghakiman terselubung kedua

Banyak orang kalau disuruh berbagi ilmu, berbicara di depan umum, menulis, atau banyak lagi rupa neka aktivitas berbagi ilmu lainnya dia menolak, "saya tidak mau, saya belum mengamalkan dengan baik ilmu itu."

Hm, pemahaman seperti ini perlu diluruskan, karena bisa menjebak diri dalam kesombongan. maksudnya? loh iya, artinya orang itu hanya mau berbagi ilmu-ilmu yang sudah dia amalkan dengan baik, artinyasaat membagikan ilmu itu sebetulnya dia sedang sombong dong menghakimi diri sudah mengamalkan kebaikan-kebaikan?

No comments:

Post a Comment