12/9/09

Tiga Krisis yang Mengikis Budaya

Melestarikan budaya itu seperti menjaga nyalanya mesin diesel. Begitu mati, menstarternya lagi susah. Mengapa begitu? Karena memang budaya adalah akumulasi dari kebiasaan-kebiasaan yang telah terfungsi automatis. Sedangkan kebiasaan sendiri adalah akumulasi dari tindakan-tindakan yang dilakukan dengan nyaman dan refleks secara berulang.

Termasukkah 12 budaya itu?

Krisis Referensi
Orang yang membaca, selesai dan tidak melanjutkan pada bacaan selanjutnya, maka akan hambar. Membaca yang diulang-ulang akan meningkatkan pemahaman, tetapi membaca tanpa ada penambahan asupan baru hanya akan menjadikan imun.

Apalagi kalau dibarengi dengan pengalaman-pengalaman pahit, getir tentang gagalnya sebuah pembuktian, gagalnya sebuah upaya.


Krisis Konsultansi
Di atas langit masih ada langit. Sepandai apapun kita, selalu saja kita memerlukan guru, tempat sharing. Kegagalan lahir ketika telah melesat adalah ketika kita mengabaikan atau tidak bisa menemukan arti penting keberdaan guru dan tempat sharing. Angkuh...


Krisis Figur
Kalau Mas Arif adalah konsultannya, maka Miss Ary adalah figurnya. Itu yang saya tangkap, oleh karena itulah bahkan budaya melepas alas kaki saat masuk dapurpun dijaga demikian ketat di SPEC sana.

Harus menemukan figur, atau harus ada yang menjadi figur. Tinggal mana yang lebih mungkin.

No comments:

Post a Comment