10/24/11

Becak Monggo

Apalagi kalau ibu2, penumpang becak adl konsumen tersadis di dunia. Kalau di giant mereka enggak pernah nawar sekalipun harganya selisih jauh dari harga barang serupa di warung kelontong mamieh, tapi kalau naik becak, gara2 nggak bisa nawar 7000 jadi 5000, kita mending batal naik itu becak.

Dan adegan selanjutnya adalah, kita bergegas meninggalkan becak, lalu setelah 7 langkah kita dipanggil lagi oleh tukang becak, ya udah 5.000 ya gapapa deh, terpaksa.

Ini penumpang model ini pasti bukan nasabah bank syariah. Karena ya mana syar'i si akad jual-beli yg kedua belah pihak nggak ridho, tukang becak nerima karena terpaksa.

Dan pengalamanku hari ini di jogja setelah melahap angkringan belakang amplas dan jalan kaki skitar 1 km adalah ketemu tukang becak yang ketika aku nanya berapa tarifnya dia bilang, "monggo, terserah berapa".

Ketika orang bilang terserah, yg terpikir adalah dia akan dapat sedikit. Tapi, banyak kejadian, sepertihalnya kejadian yg menimpa tukang becak tadi, justru dia mendapat dua kali lipat.

Ini bukan sekedar ilmu akhlak agar bahwa ketika ada tenaga yg layak dibayar kepada kita, tidak usahlah ngregani alias pasang tarif. Karena justru dengan 'monggo' itu, malah dapatnya lebih banyak.

Ini juga bisa untuk pelajaran tauhid. Bahwa, ketika bilang, ya Allah terserah Engkau akan dijadikan aku sukses atau gagal, kaya atau miskin, asal Engkau tidak murka padaku njur serta merta kita gagal dan miskin. Sangat besar peluang Allah justru akan lejitkan pencapaian kita.

Asal bilang 'monggo terserah'nya benar2 pure 100% tanpa pamrih. Bukannya dijadikan strategi peningkatan omzet perbecakan.

Sent using a Nokia mobile phone

No comments:

Post a Comment