9/9/09

Bersyukur saat Salah

The way of life kita, Islam, betapa begitu kuatnya menekankan pada kita tentang arti penting menjauhi pesimisme. Pesimisme memang merupakan konsep diri yang merusak, bahkan lebih parah dari itu pesimisme bisa dikatakan dekat sekali dengan kufur nikmat, malah berbahaya lagi kalau sampai di klaim orang sebagai bunuh diri secara halus.

Yah, tentu saya masih perlu banyak belajar lagi soal ini. Namun demikian, ada baiknya memang kita meningkatkan kesungguhan kita dalam menghindari rasa pesimis yang berujung pada sikap destruktif. Kok parah nemen sampai dibilang pesimisme itu sebagai bunuh diri? Loh ya iya, bukan bunuh diri fisik, tapi bunuh diri potensi, bunuh diri impian, bunuh diri karakter, apa nggak bahaya tuh.

Saya tidak bermaksud menafsirkan salah satu ayat dalam Al Quran ini : “Sesungguhnya orang yang beriman itu apabila disebut Nama Allah bergetar, ... “, hanya ingin berbagi, pernah dulu dalam suatu kajian disampaikan apa yang dimaksud tergetar itu? ternyata bahwa kejadian yang paling sederhana, yakni ketika mendengar ayat Allah hati kita lalu tertuju mengingat-Nya, itu juga sudah disebut tergetar, karena kita tahu hati itu lembut, begitu juga getarannya.


Lalu berikutnya, bahwa Adzan itu merupakan panggilan sholat, tetapi tidak semua orang bergegas sholat bila mendengar adzan. Pernah saya mendapat ilmu di suatu kajian, bahwa tumbuh rasa tidak nyaman ketika tahu bahwa seharusnya bergegas sholat tetapi dirinya diam saja itu juga berarti dia telah mendapat hidayah.


Jangan diartikan definisi orang beriman itu sesederhana itu atau kalau ada adzan dicueki saja loh ya, tetapi yang ingin saya sampaikan bahwasannya, hal sekecil apapun pandanglah positifnya. Termasuk bila kita berbuat dosa, yakin deh tidak ada satupun dari kita yang tak pernah berbuat dosa, lalu kalau kita berbuat dosa dan memperbaiki, maka bersyukurlah itu. Kalau kita berbuat dosa tapi belum bisa memperbaiki, tapi kita sudah menyadarinya, tetap juga itu sudah layak untuk disyukuri.


Begitu juga kalau bebruat dosa, kita tidak menyadarinya lalu ada orang yang menegur kita mengingatkan, itu juga disyukuri. Begitu juga kalau berbuat dosa, tidak menyadarinya dan tidak ada yang mengingatkan, tapi membaca tulisan ini, juga disyukuri itu.


Simetrik dengan pernyataan orang Jawa yang selalu ada untung, kalau kecelakan, bilang "untung slamet ya ngger..", kalau patah tulang tangan, bilang "untung nggak patah kaki ya nduk", dan seterusnya.


Oleh sebab itu, kita orang Jawa, terlebih orang Islam mesti bisa belajar lebih banyak untuk memahami optimisme dengan cara bersyukur pada sekecil-kecilnya hal, bahkan pada sejelek-jeleknya kesalahan. 

Semoga bisa ditangkap pesannya...

No comments:

Post a Comment