9/8/09

Huda, Fikry dan Naim

BSD cerah berawan, begitulah keadaan Bumi Sumpiuh Damai sore ini. Online sepanjang hari sambil menyelesaikan apa yang harus diselesaikan, sesekali onlen dengan orang-orang nun jauh disana, beberapa dari Purwokerto.

Tiba-tiba saya teringat dengan tiga sosok yang menjadi judul postingan ini, orang-orang mengesankan, calon pemimpin-pemimpin yang diakui expertisenya dibidangnya. Betul ini, tiga, bahkan dua belas lainnya tak ada yang saya pandang sebagai "kacung", atau sekedar bawahan. Struktur itu terlalu nisbi, dimata saya dari dulu, mereka adalah potensi-potensi dahsyat bagi diri mereka sendiri.

Dasar narsis memang, bahkan sebelum menceritakan apa yang ingin saya ceritakan tentang mereka, saya ingin bercerita tentang diri saya sendiri. Masih ingat dulu, saya pernah menulis, "saya memang leadermu, tapi saya juga manusia, tolong tetap perlakukanlah sebagai teman, sebagai sahabat".

Ini betul lagi, menjadi leader itu tidak mudah, saya tidak mengharapkan hierarki saya lebih tinggi, tetapi untuk satu dan beberapa sebab, saya dipaksa untuk pada saat-saat tertentu saya harus "kongkon" dan menempatkan posisi saya lebih tinggi. Yah, perang batin itu biasa, ditafsirkan dengan multiintrepretasi juga harus dibiasakan. Bagaimana ketika saya mencoba menjaga arah dengan kuat tetapi dibilang antikritik. Ketika mencoba meneladankan all out ditengah-tengah orang yang setengah all out dibilang mendominasi. Dan banyak lagi.

Habibie juga begitu, ketika mencoba mempersembahkan pesawat buatan sendiri sebagai karya terbaik putra bangsa dibilang orang Habibie tidak bisa membaca keadaan, masyarakat itu butuh beras bukan butuh itu. Ketika pesawat kita dibarter dengan ketan hitam, dibilang produk ciptaan habibie cuma sekelas ketan hitam.

Betapa banyak orang yang buru-buru mengambil speaker tanpa bercermin terlebih dahulu si. Hey, masuk ke inti.

Huda

Karakter kepemimpinannya adalah tekun dan peduli. Menjadi pribadi yang dicintai sampai dijuluki oleh Bintang "Kaki Huda" tentu tidak mudah, bagaimana kedekatan Daffa hingga papa dan mamanya Daffa juga satu prestasi yang terabaikan padahal pantas diberi jempol.

Keberhasilannya dalam liak-liuk dan tersendat-sendatnya pendirian kedaulatan pemancar SDCP hingga mencapai 9 pelanggan patutlah dibri tepukan tangan dan sekedar ditraktir makan-makan. SDCP telah swasembada bandwith ditandai dengan mulai membayar sendirinya langganan internet per Agustus 2009 lalu.

Ketekunan dalam mengerjakan, sekalipun itu adalah hal kecil adalah satu budaya mental yang membuat dirinya jarang sekali mengeluh. Keluhan adalah sumber lahirnya energi negatif dan itu sedikit sekali ditemukan di diri Huda. Huda akan menjadi pemimpin besar, pemimpin bukan dalam artian jabatan, tetapi menjadi orang yang expert yang akan spektakuler karena mampu memberikan imbas manfaat bagi jauh lebih banyak orang. Kalau hari ini baru 9 rumah terbantu oleh ketelatenannya mensolder dan menyambung kabel, maka seperti prajurit Rasulullah yang baru 300 orang di medan Badar dan 30.000 orang di tahun ke-9 Hijriyah, pertumbuhan kemanfaatan akan berlipat dalam skala yang tidak terbendung.


Fikry

Karakter kepemimpinannya adalah tegas dan tahan banting. Berbeda dengan yang lainnya kalau motornya dipinjam hanya menyindir halus "mbok ya motornya sekali-kali dicuci", Fikry dengan tegas kemarin mengatakan, "motor tolong dicuci!".

Terlalu berperasaan halus tidaklah baik dalam visi kepemimpinan, ketegasan memang semacam kekhasan karakter kepemimpinan yang dicontohkan oleh pemimpin-pemimpin yang lahir dan dibesarkan di tanah bukan Jawa.

Gagal membuat Jus Gledek, beralih ke Serabi, gagal menemukan ide-ide segar setelah sekian lama "menyepi" di kawah candradimuka L22, Kini aktif lagi dengan menarik dan mendorong gerobak Jus Gledek. Bukan hal yang mudah untuk bertahan, sama seperti Bung Karno yang Orator, Fikrypun seorang pembicara, trainer, yang biasa dipandang dan didayu-dayukan dengan pujian dimuka umum, sungguh bukan hal yang mudah untuk bertahan, dipenjara dalam penjara Banceu berukuran seselonjor kaki dengan hanya satu lubang untuk melihat selama 8 bulan, bukan hal yang mudah pula terkungkung dalam kevakuman ide dan gairah bertindak berbulan-bulan dalam cutinya kuliah.

Karakter adalah potensi, potensi orang-orang yang mengatakan "ah, saya tak punya apa-apa", sesungguhnya perasaan tak punya apa-apa adalah karena dia tidak mengembangkan karakternya dengan all out, yang bisa jadi karena dia sendiri tak mengenal apa sesungguhnya karakter yang sudah ada pada dirinya.

Karakter adalah potensi, potensi luar biasa. Visi memang ukuran kebesaran suatu kepemimpinan, tetapi yang menentukan akan menjadi seberapa besar kualitas kepemimpinan kita nanti, yang utama adalah karakter kita. Dalam training ESQ karakter diajarkan pada sesi Character Building, sebuah implementasi dari aktivitas mendirikan sholat. Betapa pentingnya karakter, mungkin ini salah satu sebab kenapa sholatpun menjadi demikian penting, menjadi indikator utama amal kita, menjadi password, pertanyaan pertama yang akan ditanyakan kepada kita nanti. Karakter tegas Fikry patut saya teladani.



Naim

Karakter kepemimpinannya adalah loyal dan visioner. Kalau Huda mengesankan saya karena ketekunannya mensolder kabel demi SDCP tanpa menuntut fasilitasi, Fikry mengucapkan perintah dengan tegas karena memang benar, maka saya terkesan pada Naim karena kemarin memanjatkan dua buah degan (buah kelapa muda) untuk buka puasa saya dan keluarga.

Apa yang unik dari memanjat pohon kelapa? Yang unik adalah karena dia tidak sahur di pagi harinya, dan bukan hanya itu, dia tidak buka puasa dengan nasi kemarin sorenya. Luar biasa, berapa banyak orang yang mengeluh karena kesiangan sahur, lah ini malah tidak sahur, juga tidak buka.

Apa tidak kangen baru ketemu nasi setelah lewat 36 jam, atau bahkan lebih mungkin? Loyalitas Naim sungguh luar biasa, bukan satu loyalitas yang terbentuk akibat konsekuensi penerimaan hak, tetapi karena kepekaannya dalam memahami keadaan dan kecerdasannya dalam mengambil sikap. Tidak sembarang loyalitas yang bisa membuahkan inisiatif.

Naim, bukan karena lupa dia tidak berbuka puasa. Tapi karena satu inisiatif, mengadakan acara malam Nuzulul Quran di Masjid di kompleks rumahnya, memboncengkan pembicara menembus angin malam, berangkat ba'da maghrib dan mengantarkan kembali si pembicara tengah malamnya. Lalu inisiatif lainnya adalah memfotokopi surat, tanpa meminta saya mengeprintkan ulang, tanpa menuntut pengajuan anggaran dan membagikannya di hari berikutnya ke Banjarnegara.

Kalau saya diposisinya, pasti akan berpikir, "Ini tidak seimbang, antara apa yang saya dapat dengan lelahnya saya, buat apa diteruskan? buat apa saya loyal? buat apa saya inisiatif?", Naim jauh lebih visioner ketimbang saya.

No comments:

Post a Comment