Sekali waktu saya berdialog, saya dengan lagaknya menyampaikan "rejeki itu di tangan Tuhan, bukan di tangan negara, bukan di tangan perusahaan, jadi bukan satu keharusan kita harus punya NIP harus punya jabatan dulu baru merasa ayem hidup kita". Yah, sekalipun kata-kata ini terlalu utopis bagi sebagian orang, toh saya bangga saya masih memegang idealisme kata-kata itu.
Yang saya ajak dialog menjawab yang intinya, bukannya nggak percaya rezeki di tangan Tuhan, tapi ingat kisah sebuah kejadian di zaman sahabat, seorang sahabat meninggalkan untanya saat menunaikan sholat dengan mengatakan sudah memasrahkannya kepada Allah SWT, tapi kemudian SAW mengingatkan agar unta itu diikatkan terlebih dahulu.
Sebuah pembelaan, pasrah si pasrah, tapi tetap ikhtiar donk. Yap, betul sekali itu, bukan berarti kalau percaya rejeki di tangan Tuhan itu, dengan kita banyak-banyak sholat saja nanti uang pada berdatangan sendiri. Pertanyaannya sekarang, apakah "tali pengikat unta" yang kita gunakan untuk menjamin rezeki kita?
Mungkin sebagian orang berpendapat tali pengikat unta itu adalah NIP dan NIK, tapi menurut saya bukan. Tali pengikat yang membuat rezeki kita aman, yang merupakan bentuk ikhtiar kita sembari memasrahkan dengan keyakinan penuh bahwa rezeki di tangan Tuhan bukanlah jabatan atau status, tali pengikat itu adalah Skill.
Skill atau keahlian, inilah yang membuat kita punya how to representating ourself, sesuatu yang kita punyai dan bernilai guna bagi orang lain. Skill inilah yang membuat kita bisa produktif dan mandiri tanpa menyandarkan nasib kita pada negara atau perusahaan.
Andri punya skill menghitung dengan ketelitian tinggi. Fikry punya skill public speaking yang menginspirasi. Rhea punya skill untuk bermuka tebal jatuh bangun mempertahankan usaha (menuruni gurunya, Mas Hendro). Mengandalkan skill itu jauh lebih baik ketimbang mengandalkan jabatan dan status.
Itulah tali pengikat unta, ikhtiar kita sembari memasrahkan dengan keyakinan penuh bahwa rezeki di tangan Tuhan. Lalu, kalau skill adalah tali, apa donk karakter itu? Karakter itu adalah stadium akhir dari habite (kebiasaan), kebiasaan sendiri adalah stadium lanjutan dari tindakan, oleh karena itu karakter merupakan sesuatu yang dahsyat. Kalau skill merupakan bagian dari sisi intelektual, maka karakter adalah bagian dari sisi emosional. Karena itu karakter adalah rantai pengikat lengkap dengan gemboknya.
So, kalau menurut kamu status dan jabatan itu sesuatu yang istimewa untuk diraih, maka tanamkanlah pemahaman mulai hari ini bahwa skill itu jauh lebih istimewa lagi, bahwa karakter jauuuh lebih istimewa lagi... Maka, kalau status dan jabatan itu menurutmu membanggakan, jauh lebih berbanggalah kita bila mengenali dan mampu mengembangkan skill dan karakter kita.
No comments:
Post a Comment