Saya adalah subyek yang merupakan topik dari tulisan ini
Bogor, Purwokerto, Rumah
Di Bogor, hampir bahkan selalu tidak pernah tidak punya waktu untuk sekedar olahraga pagi jalan-jalan keliling Kebun Raya Bogor... seeetiap pagi, minimal satu setengah jam, cabut dari Shubuhan di Masjid teruus jalan sampai kira-kira jam 7-an, ditutup dengan sarapan ketan bakar langganan saya.
Di Purwokerto, kalau ada Adzan biasanya lebih berat melangkah ke Masjid, walau kadang juga masih sering (gimana si, kadang apa sering jane???) sholat di rumah.
Di Rumah, mungkin karena kebiasaan ngaji pas kecil tidak terestafet dengan baik ketika saya beranjak SMP dan SMA, makanya lebih berat sholat di rumah ketimbang ke mushola.
Habbit (Kebiasaan) & Riya'
Tiga tempat, tiga beda, pas di Bogor hampir setiap pagi sholat shubuh juga di Masjid (beberapa bulan terakhir disana) , sholat2 lainnya tentu saja lebih entenglah. Aneh ya, kenapa coba? padahal jarak masjid di Bogor, di Purwokerto dan di Rumah hampir sama ketiga-tiganya dengan rumah.
Lalu kenapa di sana ringan dan di sini berat? Inilah yang saya coba pikirkan, semoga dengan baru memikirkannya saja (apalagi sekarang sudah menuliskannya) sudah merupakan suatu hidayah, saya kepikirannya adalah bahwa ternyata yang berat itu bukan persoalan melangkahkan kaki, yang berat adalah keluar dari belenggu kebiasaan atau habbit.
lah iya, perkara melangkahkan kaki, perkara pakai sarung, perkara ambil wudhu kan sama? Waktu shubuh, dhuhur, maghrib juga kan sama. Ternyata memang diri kita itu hebat ya, salah satu kehebatannya ya itu, bisa membuat langkah kaki jadi ringan, setengah ringan dan berat. Hufh, itu berarti musti hati-hati nih sama diri kita sendiri, tapi juga itu berarti mustinya kita bisa smart memanfaatkan potensi hebat dalam diri kita. Lho, kalau itu diaplikasikan ke hal yang positif kan dahsyat luar biasa.
Yah, setelah menemukan jawaban penyebab saya kenapa begini begitu, sebenarnya saya tahu teorinya, bahwa membuat kebiasaan itu mudah, cukup lakukan hal yang kita jadikan kebiasaan itu selama 40 hari tanpa putus, Yusuf Mansyur mengatakan ini dengan istilah Riyadhah 40. Berarti begitu juga dalam mengubah kebiasaan, cukup lakukan itu 4o hari.
Dan sebenarnya timing-pun sudah DIA sediakan, 30 hari Ramadhan, 1 hari Idul Fitri, 6 hari Puasa Syawal dan 3 hari sisanya hari biasa, itung-itung magang. Sayang saya belum optimal memanfaatkannya.Setidaknya walau belum berhasil mengadakan reformasi diri dalam soal ini, saya bersyukur atas 3 hal.
Pertama, saya masih disadarkan atas ini (walau baru sadar doank). Kedua, saya tahu teori yang seharusnya saya praktekkan. Ketiga, saya masih disadarkan untuk mensyukuri apa yang saya sadari ini.
Dan semoga saya tidak terjebak dalam riya', karena katanya kan kalau kita ibadah ditempat umum beda dengan saat kita ibadah sendirian, bisa jadi selisih perbedaan itu adalah riya'. Saya berdoa semoga saja tidak. Amin...
No comments:
Post a Comment