10/21/11

Beda "Menahan Diri" dan "Larangan"

Dua poster ini tujuannya sama, untuk membuat masjid tertib. Tapi perhatikan perbedaan keduanya

Captured at Plaza Ambarukmo Mosque, Yogyakarta
Papan pengumuman pertama menggunakan kalimat : Mohon menahan diri dari makan, tidur, menghidupkan telpon genggam dan berhias di dalam area mushola atau masjid.


Captured at Al Faaruuq Mosque, Purwokerto

Papan pengumuman kedua menggunakan kalimat : LARANGAN KERAS! yang dicetak dengan huruf kapital, digaris bawah dan warna merah pula.

Papan pengumuman pertama memang ditujukan untuk orang Jogja, atau orang-orang luar Jogja yang memiliki hati sama seperti orang Jogja : Berhati Nyaman. karena itu font yang dipilih cantik, ada latar belakang motif, ada gambar yang membantu visualisasi tujuan dari poster tersebut dan ada terjemah bahasa Inggrisnya. Dan pada saat aku kesana, memang tidak ada orang yang makan, tidur, suara dering telepon atau orang yang berhias.

Sedangkan papan pengumuman kedua ditujukan untuk orang Purwokerto. Kalau orang Jogja lembut, berhati nyaman, sehingga posternyapun lembut dan nyaman dibaca, sekarang mari kita lihat karakter orang Purwokerto berdasarkan papan pengumumannya.

Orang Purwokerto itu bar-bar, jangankan berhati nyaman, punya hati saja mungkin tidak. Itulah kenapa digunakan kata LARANGAN. Kata larangan berbeda dengan kata menahan diri, perbedaanya tidak sepele, sebuah larangan bisa dilakukan hanya dengan otak reptil kita yakni fungsi otak yang paling tradisional, sedangkan ajakan menahan diri hanya bisa direpon oleh kesadaran kita, fungsi otak tertinggi.

Apalagi dibubuhi kata keras. itu artinya sudah otaknya primitif, bandel pula. Kemudian font nya kapital semua, itu menunjukkan sebuah kekakuan. Dan tiap aku kesana, larangan ini selalu dilanggar, selalu ada yang parkir di halaman depan masjid, entah taksi, angkot atau penjemput penumpang yang turun dari bus di terminal lama.

Jujur, aku tidak nyaman dengan papan pengumuman semacam ini. Sebuah tindakan bar-barisasi terhadap orang Purwokerto. Padahal orang Purwokerto kan hatinya nyaman nggak kalah dengan orang Jogja. Itu alasan pertama.

Kedua, ajakan menahan diri itu menghidupkan kesadaran, sedangkan kalimat larangan itu mematikan hati nurani, karena hati nurani tempat kesadaran bersarang tidak dilibatkan, hanya otak primitif kita saja yang dilibatkan. akibatnya hati nurani nganggur, lama-lama layu dan pada akhirnya mati.

Maka mari, kalau mau menertibkan orang, mau mendisiplinkan orang, mau mengajak orang berkomitmen, entah orang itu orang lain atau diri kita sendiri. Gunakanlah kata-kata yang membangun kesadaran, melibatkan hati nurani. Tidak indah kalau menggunakan kata-kata larangan, ancaman dan perangkat kalimat lainnya yang merupakan bahasa otak primitif. Kalau cuma itu, hewan saja bisa.

4 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. maaf mas, mas tau ga lokasi masjid al-faaruuq itu dimana??
    1. kalo mas tau, pastinya saya yakin otak masnya bisa paham kan kenapa tulisannya dibikin begitu??
    2. kalo mas ga tau, tolong jangan sembarangan ngatain orang purwokerto bar-bar ! jangan sok pinter mas, kalo mau jadi blogger tolong otaknya di pasang dulu yang bener !

    ReplyDelete
  3. kalimat mana yang membuat otak mas don mengartikan saya ngatain orang purwokerto bar-bar? kalau mau jadi blogger tolong otaknya dipasang dulu yang bener!

    ReplyDelete
  4. maaf kalau saya pakai otak2... nembe tau krungu blogger banyumas omonge sopan kaya rika..

    ReplyDelete