10/22/11

Kampus, Jasa Penyalur Tenaga Kerja

Kampus itu bukan lembaga pendidikan, tapi perusahaan jasa penyalur tenaga kerja. Kampus yang baik itu yang banyak-banyak menyediakan lowongan kerja di grup discusion Facebook & di mailing listnya.

Taggal 10 bulan lalu aku diundang oleh kampus untuk mengisi materi entrepreneurship. Sempat dua kali konfirmasi dari pihak panitia. Tapi entah, sampai hari H, tidak ada canceletion lisan apalagi tertulis, tidak juga ada undangan pemastian, undangan dibatalkan begitu saja. Persis seperti seorang tukang rumput yang batal membabati rumput rumah orang yang memesannya, lantaran si empunya rumah pergi, klintung tanpa memberitahu.

Jadinya acaranya kalau nggak salah Job Sharing, dari alumni yang sudah bekerja.

Dan begitulah, anehnya ini sudah menjadi kaprah, sudah menjadi kewajaran yang diamini banyak orang. Ya memang begitu tugas kampus. Sampai tidak ada yang merasa janggal ketika ada mahasiswanya berangkat ke Bali, didahului acara pendahuluan di Jakarta, dengan seabreg sampel dan persiapan materiil lainnya, hanya dengan uang saku 500.000. Tidak ada seperlimanya acan dari biaya yang habis. Moralitas macam apa yang diajarkan dari kejadian seperti ini?

Moral bukan lagi urusan kampus. Kampus taunya tertib. Kalau tidak tertib berangkat, kena warning nilai. Kalau tidak tertib bayar, ancamannya adalah tidak bisa ikut ujian. Dan entahlah, tidak ada yang gusar ketika bayaran kampus dihubungkan dengan ijin mengikuti ujian. Sungguh sebuah penistaan ilmu pengetahuan yang sangat parah.

Serentetan pengalaman tidak enak inilah, seperti kejadian waktu itu, aku diforsir ujian satu minggu tanpa jeda. setelah hari terakhir, dengan begitu sok proseduralnya mengatakan, "maaf, anda tidak bisa yudisium sekarang!". sungguh sebuah kampus tanpa perencanaan, tepat apa yang Bapak saya bilang, "Kampus macam apa seperti itu?", Kalau memang tidak bisa yudisium saat itu, kalau itu sebuah kampus yang berperencanaan tidak akan memforsir ujian berturut2 tanpa jeda seperti itu.

Dan bagiku, ijazah tidak lebih dari selembar nota. Sama seperti yang aku dapatkan kalau mengisi BBM di SPBU dan minta struk, struk itulah ijazah. Aku harus mendapatkannya untuk bukti bahwa uang yang dikeluarkan orang tuaku untuk kampus, sudah aku setorkan beres. Soal aku belajar, maaf, aku merasa lebih banyak belajar dari luar kampus, ketimbang dari kampus. Anggap saja aku nyumbang lah.

Dan sejak itu, aku sudah tidak berminat lagi menjadi dosen. Aku lebih mengagumi orang jalanan yang mau belajar ngajeni, belajar peka, belajar tepo seliro, bukan dosen-dosen yang mati urat belajarnya, tidak teacheble lagi. "Loh, kan saya lagi S3 mas". Haha, S3 buat nambah ilmu apa buat ningkatin gaji pa?


1 comment: