1/4/09

Dimana Rumus Energi Potensial Menjadi Energi Kinetik?

Saya berpikir tentang seberapa percayakah dia terhadap kapasitas saya, seberapa percayakah orang tuanya. Sementara kiprah saya masih kasat mata, tetapi demikian, saya teringat satu kalimat yang saya yakini 100% 'keajaiban akan muncul bagi orang-orang yang berani mengambil resiko mencoba hal baru'.
Setelah saya menikah, saya membayar kontrakan rumah, listrik, telepon dan langganan internet Indosat M2, belanja dapur, belanja kebutuhan istri, membiayai sisa-sisa semester kuliah istri, program profesi, tugas, praktikum, kerja lapangan, arisan, kondangan, kunjungan kalau ada saudara dan kerabat yang sakit, iuran RT, wisata mingguan, fitnes, bensin mobil, tak terduga.

Orang kiri akan pusing memikirkan itu, orang kanan bisa menemukan celah, bukankah saya punya ratusan daftar nama dalam phonebook? Berapa persen diantara mereka adalah orang-orang luar biasa, sebut saja Pa Mungkas, Pa Zainal Abidin, Mas Andri Maadsa, Cryo, Otong, Putra, Pemkab, Jogja Bursa Buku. Bukankah saya punya segudang keahlian, menyusun proposal, melipat surat, menawarkan barang, mengadakan lobi kegiatan, memberikan pelatihan motivasi, menulis, berbicara, menjajakan produk, membuat kerajinan, mengkombinasikan ide. Lalu berpikir lagi, bukankah saya dikelilingi orang-orang hebat, sebut saja Hilmy, Ria Marliana, Mas Hendro, Aan Betutu, Bu Nuniek, dokter Sari, Mas Ryan Kayyisu. Lalu saya melanjutkan berpikir, bukankah orang tua saya mendukung penuh langkah-langkah yang saya ambil. Lanjut lagi pikiran saya, bukankah saya punya segepok tulisan penyemangat di blog 'the power of dream' yang merupakan kumpulan pelajaran dari perjalanan hidup saya, tanda jam terbang saya sudah tinggi. Dan pikiran saya tertuju pada, bukankah ada Allah bersama saya, yang mencukupi kebutuhan saya, yang membuat saya mampu menjemput jodoh saya, yang menjawab pertanyaan saya, yang mengabulkan apa yang saya minta, yang menghargai sedekah saya, Yang Maha Sempurna.

Coba perhatikan, panjang mana paragraf pertama dan kedua di atas? setelah membaca paragraf kedua dan mencoba membaca paragraf pertama lagi, masih samakah ketakutan dan pesimisme awal kita? kalau sama dengan yang saya rasakan, jawabannya : tidak. Seperti kemarin saya berbincang dengan Hilmy dan Andri, kita itu punya energi potensial yang tidak terperikan besarnya, tapi tidak tahu rumus mengubahnya menjadi energi kinetik. Ya, itulah bedanya dengan tukang angkringan alun-alun Banyumas, potensinya bisa jadi cuma itu, tapi dia tahu rumus mengubahnya menjadi kinetik, jadi maksimallah potensi kecilnya itu dimanfaatkan. Bukankah potensi kita berlipat-lipat lebih ketimbang tukang angkringan yang tidak tahu joomla, yang tidak pernah mendapat rekomendasi Dinas Pendidikan, yang tak pernah disalami ucapan selamat oleh Wakil Bupati, yang tak pernah makan bersama Bob Sadino, yang tidak pernah mendapat nasehat privat dari Pa Waidi, yang tidak terpikir untuk foto bersama Ary Ginanjar yang tidak pernah dipuji oleh Ridwan Mukri, yang tidak tahu bagaimana membuat entri baru pada blog, yang tidak paham stempel proposal itu dikiri atau dikanan tanda tangan.

Dahsyat tidak sebenarnya kita, bagaimana kalau dibandingkan dengan tukang angkringan? bakul somay? pedagang basgor? Tidak malu mereka bisa menikah, mampu menghidupi keluarga kecil, bahagia dalam kemuliaan menjalankan sunnah rasul dan menjaga diri demi kedekatan dengan-Nya? Dahsyat itu baru kita rasakan kalau kita sudah memahami rumus mengubah potensi itu menjadi kinetik. Dan tahukah, kalau yang tahu rumus itu adalah istri kita, rumus dahsyat itu ada di istri kita, yang akan dia bisikkan di malam pertama nanti, karena itu menikahlah.

1 comment:

  1. perjuangan untuk mewujudkan Indonesia menjadi Negara Super Power, Gemah Ripah Loh Jinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo harus tetap dilakukan. buka blog : http://makhmudrudiyanto.blogspot.com

    ReplyDelete