1/4/09

Soal Kritik Mengkritik

Founder ESQ LC ini pantaslah dijuluki sang kritikus hebat. Gagasan The ESQ Way-nya yang mendunia merupakan buah yang lahir dari upaya kritisnya terhadap konsep pemikiran dan pelatihan SDM kreasi Steven R. Covey. Mengapa hebat? Ary Ginanjar bukan hanya menghadirkan fakta dan bantahan-bantahan, Ary memberikan kritik lengkap dengan solusinya, maka buah kritiknya bukan sebatas kontroversi orang perorang tetapi sebuah terobosan baru training yang memadukan konsep kecerdasan emosional dan spiritual yang saat ini telah mendunia, saking padatnya traffic, dia sudah tidak punya waktu untuk mengisi pelatihan dengan konsep yang dia gagas yang menyempurnakan konsep Covey kecuali di Ibukota-Ibukota Negara.

Solutif, itulah kritikus yang hebat. Kritikus yang hanya pandai menguak fakta, kadang malah perlu dicibir dan dinafikan keberadaan mereka, saya mengistilahkan 'numpang tenar', sebut saja Abu Sangkan dengan bukunya 'Spiritual Salah Kaprah', saya tertegun membaca, menelaah dan mendiskusikan konsep yang dikemukakan oleh buku ini dengan beberapa orang yang saya 'ajeni' sesuai bidang ilmunya. Sebuah paradigma berbeda yang mencengangkan, namun demikian, buku yang diobsesikan laris manis terdongkrak penjualannya karena orang-orang tertarik dengan kontroversi temanya ini ternyata 'layu sebelum berkembang', surut sebelum sempat booming.

Ya, bukan karena konsep kritiknya yang tidak menarik, justru menurut saya sangatlah cerdas dan logis, namun demikian, kesalahan ada pada pengemasan konsep itu. Sederhananya, hanya menguak fakta, dan kurang dari sisi solusi. Berbeda dengan kelahiran buku Rahasia Sukses ESQ yang saat ini sudah hampir menembus penjualan satu juta copy dan telah terbit dua versi bahasa, Inggris dan Indonesia serta tiga kluster pembaca, Dewasa, Remaja dan Anak-Anak. Buku yang ditransformasikan dalam bentuk training itu menjadi bentuk solutif, dalam bahasa sederhana, ketika Ary mengatakan 'Covey itu kurangnya begini, Ary menyajikan langsung, begini lebih baik...'. Sekali lagi saya tuliskan 'lebih baik', bukan 'yang terbaik'.

Seandainya Abu Sangkan bisa menyajikan satu paket solusi yang bisa menggeser kiprah ESQ tentu ini terobosan baru untuk kemajuan kecerdasan moral bangsa ini, bukan sekedar menyulut kontroversi orang-orang yang awam akan spiritualitas dan pembelajaran akan kecerdasannya. Nyatanya Abu tidak bisa.

Begitu pula dengan blog 'mengintip-dunia'nya Firdaus Putra, saya mengakui ilmiah, saintis dan sistematisnya penulisan blog ini. Selamat saya sampaikan atas kemenangannya dalam salah satu kompetisi blog berhadiah 5 juta beberapa waktu lalu. Namun demikian, saya mengistilahkan sang penulis yang pernah memberikan pesan pada saya untuk 'wisdom' justru penulis sendiri yang tidak wisdom.

Silakan, orang awam saja bisa menelaah postingan-postingan blognya, ini seperti Aa Gym dengan hikayat tukang pelnya, ketika sang pembantu selesai  mengepel ruangan, majikan bukan mengucapkan terima kasih atas satu ruangan yang lantainya sudah mengkilap, tetapi hanya menerawang sudut ruangan dan mencemooh karena terlewat satu kotak keramik masih kotor.

Kritik semacam ini tidaklah memberikan kontribusi apa-apa terhadap perkembangan kecerdasan moral bangsa, alih-alih memberikan nilai tambah perbaikan, malah menyulut kontroversi tak berdasar. Ada dalam salah satu self-comment Firdaus yang mengatakan bahwa dirinya kecewa atas tanggapan-tanggapan yang masuk justru tidak bersifat substansi. Hanya penyerangan-penyerangan terhadap personal sang penulis. Untuk ini saya ada dua tanggapan, pertama, comment2 saya di waktu2 yang lalu dinafikannya, silakan dianalisis comment-comment saya, banyak hal mendasar dan substansi yang saya ungkap disitu, dan itu tidak disebutkan. Sebut saja soal pemilihan PT adalah bentuk strategi, soal trainer bukanlah ustadz atau ulama tetapi pelatih SDM, soal pengelolaan wakaf keuntungan merchandise dan masa depan Menara 165. Saya rasa itu sangat substansi.

Kedua, kenapa para pembaca memberikan komentar yang tidak substansial adalah karena bentuk penyajian kritik itu sendiri yang 'tidak pada tempatnya'. Dalih kritik disampaikan untuk perbaikan amatlah tidak bisa dibenarkan bila ditampilkan di blog, Ary Ginanjar sebagai obyek kritik sangat terbuka untuk menerima masukan, bahkan saya sudah beberapa kali memfasilitasinya, terakhir kemarin undangan pertemuan saya di Atrium Hotel, tetapi baginya itu tidak penting, lebih penting agenda lain. Dengan memberikan kritik langsung pada obyek akan membuat keniscayaan perbaikan, bukan sekedar polemik.

Disinilah saya pantas memprediksi kritikan disampaikan untuk memancing pembaca, sehingga traffic naik, populer dan bisa menjadi blog yang menang. Tentu, saya bukan blogger semacam ini.

Masih berkaitan dengan ketida-wisdom-an Firdaus, satu hal lagi saya sampaikan, silahkan perhatikan bukan hanya postingannya seputar ESQ, beberapa postingan lain, Firdaus menguak fakta pada satu sisi sempit tertentu saja, yang kesemuanya negatif, tak ada apresiasi positif, ini tentu akan menggelincirkan pembaca yang tidak memahami fakta lengkap atas pemikiran yang diangkat oleh Firdaus itu sendiri. Ya, argumentasi-argumentasi yang disusun dalam point-point kritiknya yang diangkat hanyalah yang mendukung argumentasi mendasar yang dia angkat, tak disebutkan pengakuan-pengakuannya atas kebenaran konsep, kehebatan pemikiran, kecemerlangan ide, atau hal-hal positif lainnya sebagai sebuah bentuk kebijaksanaan berpikir melingkar, wisdom.

Sekedar saran, Abu Sangkan memiliki kesempatan untuk membuat training yang lebih sempurna dari ESQ, bukan sekedar buku kontroversial. Firdauspun punya kesempatan luas untuk menyampaikan kritik langsung pada Ary Ginanjar, saya bisa membantu, jika memang tujuan kritik adalah penyempurnaan konsep pembelajaran kecerdasan moral, bukan sekedar memancing kontroversi peningkat traffic pengunjung, bila memang sudah risih dengan komentar-kmentar tidak substansi seperti yang dia keluhkan di self-comment-nya. Ya, saya memfasilitasi penuh diskusi secara substansi, diskusi semacam itu ya dengan orang-orang yang substansi, Ary Ginanjar dan para trainer, bukan dengan menyusun argumentasi untuk kepentingan tertentu dan menggelapkan pengakuan-pengakuan atas kebenaran konsep, kehebatan pemikiran, kecemerlangan ide, kebesaran kiprah, kekuatan persaudaraan, kestabilan pilar ekonomi, kebesaran hati dan kemajuan progresif.

Karena sayapun seorang kritikus, namun demikian, saya lebih suka meneladani Ary Ginanjar ketimbang dua lainnya, Komunitas Semangat Donk yang saya dirikan bersama Hilmy Nugraha merupakan satu bentuk ekspresi kritik melihat kecemasan atas ESQ yang begitu fenomenal tetapi perlu dibenahi dalam hal maintenance alumni, bukan dalam bentuk komentar parsial, namun tindakan penyambung tongkat estafet upaya peningkatan kecerdasan moral bangsa.

Inilah yang kami lakukan, yang dari hari ke hari terus menunjukkan peningkatan yang semakin signifikan, telah nyata dihadapan saya terwujudnya visi yang kami canangkan ini, inilah satu bentuk kritik solutif untuk kemajuan pendidikan moral bangsa, bukan dengan menampilkan sisi-sisi negatif dalam postingan blog atau buku kontroversi, tapi dalam upaya nyata yang diharapkan mampu menyambungkan dan melengkapi kiprah besar pergerakan sebelumnya. Kami tidak banyak menuai kontroversi, tapi kami memberikan banyak kontribusi solusi, itulah kritik sejati. Kritik yang menyambung tangga menuju kesempurnaan, bukan kritik penaik popularitas, apalagi sekedar penaik traffic. Belajarlah menjadi kritikus-solutif, banyak lahan mencari uang tanpa harus memicu kebingungan orang awam. Ada jalan yang begitu mudah untuk bertemu dengan orang-orang substasi untuk berdialog dan menyampaikan kritik secara substansi. Kecuali alasan memberikan kritik adalah demi perbaikan yang dikritik hanyalah alasan kosong, dalih.

2 comments:

  1. Astaghfirullah......Janganlah pernah menjelek2an orang / suatu kaum. Karena belum tentu kamu sendiri lebih baik dari kaum yang kamu jelekkan tadi. Yang terpenting ! kembalilah ke fitrah kita dan pedoman hidup kita. Al-Qur'an dan Al-hadist. Itulah sebaik2 pegangan........bukan sebuah metode atau gagasan hasil dari pemikiran kita.

    ReplyDelete
  2. orang gampang sekali menyuruh kembali pada AL QURAN & HADITS... padahal pada kenyataannya, bukan benar2 kembali kepada keduanya, hanya kembali pada Tafsir Quran dan Tafsir Hadits...

    kita, tidak akan pernah menemukan makna terdalam dari Quran dan Hadits, tanpa kita menghidupkan akal sehat yang bersarang di nurani kita...

    kalau hanya kembali ke tafsir, masih bisa salah mas/mba, karena tafsir itukan buatan manusia

    ReplyDelete