Sewaktu SD saya lebih pandai dari yang lain, bukan karena otak saya lebih besar dari teman yang lain. Karena lingkungan menstimulasi saya dengan label 'pandai', sedangkan yang lain tidak mendapatkannya. Alih-alih mereka sekolah menjadi cerdas, tetapi malah menjadi semakin yakin bahwa diri mereka adalah 'anak kampung sejati'.
Adik saya juga begitu, karena anak guru, lingkungan mencapnya dengan 'label' istimewa, dan istimewalah prestasinya. Adik saya yang berikutnya juga begitu, dan adik saya yang terakhir juga saya kira akan begitu juga.
Itulah kenapa masuk kelas 2 SMA, prestasi akademik saya menurun, dair rangkin 4 paralel semasa SMP eh, rangkin 37 di kelas 3 SMA. Bukan karena otak saya aus, tapi karena stimulasi label 'lingkungan' yang berubah.
Saya punya cap 'lemot', 'tukang tidur', jauh dari cap cerdas dan pandai seperti semasa SD. yang dapat label 'cerdas' ya mereka yang nilainya 9 dan 10.
Label yang ditempelkan pada diri kita, yang terus terbiasa menempel dari hari ke hari membuat yang pandai dan mendapat label pandai akan terus menjadi pandai. Dan yang bodoh dan mendapat label 'lemot' akan semakin bodoh-lemotlah dia. Karena terbiasa.
Begitu juga dalam organisasi, seseorang akan punya pengaruh kepemimpinan dominan atau kerdil itu tergantung dari bagaimana orang-orang disekelilingnya memberi label atas dirinya. Kalau terlalu banyak perintah, sedikit2 disalahkan, kerdillah dia. Tapi kalau sering dilepas dan diberi kepercayaan, dan dibiarkan berbuat salah hingga dia memperbaikinya, maka berkembanglah kepemimpinannya.
Belajar dari masa SD itulah, saya jadi paham, di lingkurang rumah tanggapun 'labeling' punya pengaruh luar biasa. Kalau istri kita seringkali, terbiasa untuk minta dimengerti, minta dituruti, menyuruh ini menyuruh itu, menasehati ini menasehati itu, maka kita yang tadinya pribadi yang brilian bisa jadi kerdil hanya karena 'label' dari istri kita.
Tapi kita yang tadinya pribadi kutukupret, tapi sehari-hari sang istri selalu minta diajari, percaya atas apapun keputusan kita, memberi pengertian, memaklumi kesalah kita, membuat kita berani melangkah, maka berdikarilah diri kita, dari yang tadinya pribadi kutukupret bisa jadi pemimpin yang brilian.
Itulah dahsyatnya efek 'label'. Maka jangan salahkan toko buku kalau kertas label mahal.
No comments:
Post a Comment