1/4/09

Magang Menikah?

Wahyuningsih, "Rizky, hebat idealismenya", Putra, "Rizky, berani mengambil keputusan-keputusan besar", Hilmy, "Rizky, pantas menikah lebih dulu", Nurcahyaningsih, "Rizky, banyak ide dan tingkah polah".

Satu dua tahun pertama bahtera pernikahan, ingin saya bawa berpesiar. Pacaran dulu istilahnya, karena memang sebelum akad, tidak ada aktivitas pacaran diantara kami. Soal pakaian yang menumpuk, banyak laundry, piring-piring kotor, bisa dicuci bersama, urusan nafkah itu urusan saya, tugasmu hanya melanjutkan study hingga ke program profesi, agar jadi keahlian berarti, soal jalan-jalan, setiap haripun bisa, kalau ada duit, kita jalan-jalan menyambangi sanak saudara seantero Jawa, kalaulah tak ada duit, cukup keliling kompleks, ke GOR, atau Rajawali. Soal momongan, DIA yang lebih tahu yang terbaik.

Nyatanya, mau jadi pegawai kantor pajak saja harus magang 1 sampai 2 tahun pasca pendidikan. Kenapa di pernikahan tak boleh magang dulu setelah ijab. Pasangan muda haruslah rela dicerca kalau belum rajin ikut arisan RT, kalaupun nafkah kurang, tak ada celanya pinjam ke orang tua atau mertua. Yang penting kita punya potensi, pinjam bukan untuk hura-hura konsumtif, banyak hal bisa kita garap bersama, indah.

Dari sebuah buku, "Kita tidak bisa belajar bisnis hanya dari pelatihan dan buku-buku bisnis, tapi kita bisa belajar bisnis dengan memulai menjadi seorang pebisnis", bukankah esensi bisnis macam ini ekuivalen dengan esensi pernikahan? "Kita tidak bisa belajar menjadi suami/istri hanya dari pelatihan dan buku-buku pernikahan, tapi kita bisa belajar menjadi suami/istri dengan memulai menjadi seorang suami/istri."

Bukankah pasangan kita adalah figur istimewa bagi kita? Lalu kenapa kita lebih memilih belajar sendiri, atau belajar dari orang lain, kenapa tidak memilih belajar bersama-sama saja dengan sang istimewa itu?

Ketika membaca postingan ini mungkin 999 dari 1000 orang akan berkomentar, "Ah, Rizky terlalu idealis, belum tahu si bagaimana peliknya masalah di rumah tangga yang sebenarnya...", Komentar macam apa itu, seolah-olah tidak pernah mendengar dalil, "Allah tidak akan memberi cobaan di atas kemampuan sang hamba" juga dalil lain, "Ujian adalah tarbiyah (pendidikan) yang meningkatkan derajat manusia", atau dalil lainnya lagi, "Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu...".

1 comment: