1/7/10

Dieng... (Pengalaman Pertama Mereka)


Hari minggu penghujung libur akhir semester 1 kemarin dipilih untuk melaksanakan "ritual" piknik ke dataran tinggi Dieng yang dikenal sebagai "Dieng Plateau". Hm, kalau Rosyita membaca ini mungkin akan langsung SMS saya, karena janji mengajaknya ke Dieng rame-rame belum juga terlaksana (nanti, nunggu reyen Avanza ta, doakan, amin..).

Yah, selalu seru kalau piknik dengan adik-adik, dari sekian banyak pelajaran, kali ini saya ingin bagikan tiga cerita dulu saja. Hm, ini piknik apa sekolah?kok ada pelajaran? Yah, itulah resiko kalau sudah menjadi manusia pembelajar, kalau seseorang sudah mempelajari pelajaran tentang cara belajar, bahkan dalam termenungpun ada pelajaran, apalagi dalam jalan-jalan.

Pertama, obyek yang dikunjungi di awal adalah telaga warna, sebuah telaga yang konon mempunya aneka warna tetapi sekarang kok sudah tidak sepertinya. Nah, disitu ada anak-anak muda sepantaran saya, kelihatannya anak-anak pecinta alam yang berinisiatif membuka arena Flying Fox di atas air telaga. Dari belasan anak-anak yang ikut dalam rombongan, semuanya takut untuk mencoba, termasuk si Yiyi, nama panggilan dari Firly adik bungsu saya.

Loh iya, tinggi ada hampir 10 meter mungkin, di atas air pula (walau di pinggiran), dan betul sampai semuanya meninggalkan arena Flying Fox itu untuk menyusur ke kompleks gua-gua, tidak ada yang berani mencoba. Tapi, sepanjang jalan saya ajak ngobrol Yiyi, intinya "kenapa takut", "apa yang ditakutkan", "mungkinkah ketakutan itu terjadi?". "kalau terjadi bagaimana, parah atau enggak resikonya?", tidak lama obrolan santai itu selesai dan begitu pulang dari gua-gua, kembali ke dekat Flying Fox lagi, ternyata Yiyi sudah tidak takut lagi, minta ke Ibu-Bapak untuk dibayarin naik.

Sayang, akhirnya tidak diijinkan, ya iya, anak yang di 1 Desember kemarin baru 7 tahun minta Flying Fox-an, ya Ibunya yang panik. Dan akhirnya, dari yang tadinya disuruh naik enggak mau, sekarang kebalikannya, bukan cuma sedih tidak boleh naik, tapi Yiyi pun jengkel. Apa pelajarannya? simpulkan sendiri...

Kedua, ini sudah pindah obyek ke Kawah Sikidang, sebuah kawah yang pekat dengan bau belerang, serombongan yang naik 3 mobil hampir semuanya tutup hidung sambil mengeluhkan "waduh baunya", bau belerang yang hampir mirip bau kentut singa ini.

Tapi si Yiyi beruntung karena saat menempuh jalan kaki ke dekat pusat kawah bareng saya tidak perlu merasakan itu, memang sekalipun awalnya tidak enak bau itu, tapi saya tidak pernah sedetikpun tutup hidung, alih-alih mengeluhkan bau itu, saya cuma ngomong santai ke Yiyi, intinya begini "jarang-jarang loh ada bau seperti ini, cuma ada disini, enak..."

Dan betul, dari yang semula Yiyi tutup hidung terus, eh setelah dibilangin itu dia sudah tidak tutup hidung lagi, malah bilang "baunya enak ya...". Dan betul juga, sampai pulang dari area kawah, di mobil saat perjalanan pulang masih bilang lagi, " tadinya baunya enak ya di kawah...". Hm, apa pelajarannya? bisa dipetik sendiri...

Ketiga, pas di dekat pusat kawah, dimana air "bergemulek" mendidih oleh "kompor" yang ada di bawahnya, kepulan asap yang merupakan uap dari air di pusat kawah itu tidak pernah berhenti bergumul, sehingga ada bagian diantara radius sekeliling kawah yang tertutup kepulan asap pekat itu.

Ya, bagi orang dewasa, menembus kepulan asap yang kurang lebih 7 meteran luasnya untuk bisa berjalan melingkari kawah si bukan hal yang sulit. Tapi bagaimana dengan anak kecil? Seperti Yiyi awal saya ajak ketakutan untuk berjalan memutari kawah, nggak mau lah pokoknya.

Sampai akhirnya saya gendong saja, lalu berjalan memutari kawah, menembus asap tebal itu, dan akhirnya selamat deh bisa satu putaran kawah, "oh ternyata...". Coba, kalau tidak pernah merasakan masuk ke dalam asap, menembus dari sisi kawah sebelah sini ke sebelah sana, bisa tidak seorang anak kecil bilang "oh, ternyata...".

Yah, dari kecil, kita terbiasa dibuat aman dari ketakutan-ketakutan dengan menghindarinya. sampai tidak bisa mengatakan "oh ternyata...", sebuah ungakapan pemahaman tentang apa si sesungguhnya apa yang kita takutan?

Bukankah MEMBACA itu MEMAHAMI? Ya, membaca itu bukan menghitung huruf, membaca itu mencari makna agar paham, sekalipun caranya adalah dengan melakukan apa yang kita takutkan, agar bisa bilang "oh, ternyata...".

No comments:

Post a Comment