1/7/10

Kepasrahan yang terpaksa

Dipaksa atau sukarela, pada akhirnya ujung-ujungnya manusia hanya bisa berpasrah. Pilihannya hanya ada dua itu, mau pasrah secara sukarela, atau menunggu terpaksa dulu baru pasrah.

Berapa banyak dari kita yang dalam nada mengeluh yang begitu dalam mengatakan "yah, mau bagaimana lagi...", sebuah ungkapan menyedihkan akibat melakoni aktivitas dan nasib hidup yang tidak ada pilihan lain. Loh iya, masa itu akan tiba, kalau kita tidak mempersiapkan sebuah gambaran masa depan hidup kita sendiri yang tidak seperti itu sedari sekarang.

Akan datang masa ketika orang akan mengataimu "kok masih minta ortu", atau "udah umurmu ngode", atau "nikahe kapan" atau "deneng masih dolanan aja", dan seterusnya yang menyudutkanmu pada kenyataan dimana kita harus melakoni aktivitas, pekerjaan dan rutinitas yang tidak kita inginkan. Lalu kitapun terpaksa pasrah, tapi sangat bandel memang kita, dalam kepasrahan di saat itu kita masih bilang "yah, sudah nasib...".

Sesungguhnya nasib menyedihkan yang kita dera saat itu bukanlah kiriman dari Tuhan semata, itu adalah akibat dari pilihan-pilihan tindakan kita sebelumnya. Yah, tindakan kita hari ini akan mengantarkan kita pada seperti apa nasib kita di masa depan.

Oleh sebab itu, jangan menunggu dipaksa untuk pasrah, pasrahlah sedari sekarang. Pasrah pada kenyataan bahwa siapa yang bersungguh-sungguh dia akan sukses, pasrah pada kenyataan bahwa siapa yang berbuat baik dia akan menuai keberuntungan, pasrah pada kenyataan bahwa siapa yang bertindak berbeda akan menghasilkan sesuatu yang berbeda pula.

Mahalnya masa muda adalah karena ada begitu luasnya pilihan kita untuk merancang seperti apa masa depan kita akan dibentuk nanti. Kita bersantai-santai dan mengikuti cara pikir orang kebanyakan, sehingga pada saatnya nanti masa muda habis kitapun akan seperti orang kebanyakan yang setiap hari sibuk untuk mengepulkan dapur tanpa pernah punya waktu memberi nafas pada "idealisme" kita.

Atau kita mencari pengertian, pemahaman dan pemaknaan terdalam tentang kehidupan dan memilih jalan hidup kita sendiri, sekalipun itu berbeda dengan orang kebanyakan. Walhasil, sekalipun masa muda telah berlalu, pada saat itu kita sudah terlanjur kaya, kaya materi, kaya ilmu, kaya hati, sehingga tidak ada rutinitas yang bisa memaksa kita, tidak ada tanggungan asap dapur yang membelenggu kita dan kita bisa bercengkerama dengan idealisme kita sampai akhir hayat, sampai ke alam sesudah dunia.

Pasrahlah kepada Tuhan, dan nur yang Dia tiupkan yang kita terjemahkan sebagai bisikan nurani. Jangan perturutkan alam sadarmu terus, dia terlalu dangkal pengetahuannya.

No comments:

Post a Comment