1/18/10

Dua Perspektif dan Tiga yang Saya Yakini dari Anak-Anak SDI



Dari perspektif negatif, rasa-rasanya putus asa adalah solusi terbaik. Ada yang setiap hari berlelah-lelah tapi cuma dapat keringat (ya dapat imbalam materi juga si walau sedikit), ada yang mencoba ini dan itu,  bukannya untung tetapi malah semakin amblas, ada yang stag bingung mau ngapain, ada yang merasakan betapa tidak berfungsinya kebersamaan karena ngurus apa-apa harus sendiri, ada yang blank bagaimana harus mengembangkan, ada yang terpaksa jadi buruh cuci sendiri, ada yang... Menyedihkan. Apa fungsinya donk ada SDI?

Dari perspekif positif, rasa-rasanya ini adalah skenario yang sangat indah, saya ingat nasehat Pa Mario, bahwa tim yang berkualitas dibangun oleh pribadi-pribadi yang berkualitas. Ya, sepertihalnya DPR yang sedang masa reses, SDI mungkin bisa diibaratkan begitu, ini adalah sebuat timing untuk masing-masing mengembangkan pribadi, dengan caranya sendiri, tanpa instruksi, tanpa di dikte.

Mungkin ada yang bertanya, loh apanya yang berkembang kalau aku nggarap ini sendirian? loh apanya yang berkembang kalau inovasiku buntu tidak ada yang membantu? loh apanya yang berkembang kalau tiap hari aku berkeringat hasilnya tidak sepadan? loh apanya yang berkembang kalau aku nggak tahu hari ini harus ngapain?

Bukan cuma tubuh, bukan cuma dompet, tetapi pikiran juga harus dikembangkan. Malah pikiran adalah yang harusnya pertama-tama dikembangkan. Mengubah dunia diawali dengan mengubah pikiran, bukan? Nah, bukankah dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan macam paragraf di atas tandanya kita sedang mengembangkan pikiran kita sendiri?

Itulah dua perspketif, bisa digali lebih dalam, tapi mending gali sendiri saja, ambil waktu menyendiri, berdialoglah dengan diri sendiri, telusuri sebanyak-banyaknya masing-masing perspektif itu, lalu bandingkan keduanya dan kemudian putuskan mau ambil perspektif yang mana, yang negatif atau yang positif?

Pilihan masing-masing saja, tidak masalah, karena saya meyakini 3 hal :

Pertama :  Lepas dari sudah ahli belum kita dalam berbisnis, dalam berpeduli dan dalam berbagi waktu, kita semua saat ini sudah pandai belajar. Pandai belajar itu lebih dahsyat dibanding belajar pandai, karena dengan pandai belajar orang akan tahu bagaimana mengembangkan dirinya dengan optimal ke arah yang benar, jangankan di kondisi nyaman, bahkan di kondisi krisispun pasti tetap bisa mengambil pelajaran.

Kedua : Masing-masing kita sudah punya benih produktif dan mandiri yang dulu belum dipunyai sematang hari ini. Jadi, sebetulnya kita sudah bisa berusaha sendiri-sendiri. Loh, katanya sukses tidak bisa diraih sendirian? Betul, maksudnya, kita bisa membentuk tim-tim dibawah masing-masing dari kita. Karena apa, sukses harus diraih oleh kita sendiri, tidak bisa dipercayakan kepada orang lain, teman lain di SDI.

Ketiga :  Sesukses apapun jadinya, salah satu diantara kita tidak akan lupa dengan SDI. Demikian pula sejatuh apapun, nilai-nilai kemandirian dan produktivitas sudah terlanjur melekat dalam diri kita.

Yakinlah, tidak ada satu badaipun yang perlu kita takuti, sepanjang perspektif yang kita pilih tepat.

Salam Semangat,


Rizky

No comments:

Post a Comment