8/6/09

Mereka yang Pandai Bersyukur

Anggapan bahwa rakyat kita tidak pandai bersyukur, ditandai dengan banyaknya gangguan jiwa akibat permasalah ekonomi bahkan hingga berbuat kriminal termasuk membunuh dirinya sendiri agaknya terbantahkan menjelang tujuhbelasan tahun ini.

Lihatlah di jalan-jalan, masuk ke gang, perumahan atau perkampungan, bahkan perkampungan miskin sekalipun. Mereka guyub rukun berramai-ramai melabur jalan, memasang layur dan gapura dan segala ornamen merah putih sebagai luapan kegembiraan sebentar lagi hari kemerdekaan bangsanya diperingati.

Bukan cuma urun tenaga, merekapun iuran uang untuk perhelatan bangsanya yang setahun sekali ini. Dengan sadar dan tanpa paksaan, bukan hanya sadar, dengan gegap gempita riang gembira malah.

Disaat yang sama, simaklah di berita-berita televisi, reporter stasiun TV sana dan Radio sini dengan kritis memberitakan berita-berita menyedihkan, dan tidak sedikit dengan terang-terangan sang reporter menyampaikan bahwa kabar sedih ini karena pemerintah. Pemerintah seperti Artis, menjadi obyek pemberitaan. Sayang di sayang, banyak di berita menyedihkannya.

Kesibukan lainnya adalah pro kontra Pidato RAPBN 2010 dan pembagian kursi kabinet. Riuh ramailah kapal NKRI ini. Logika orang normal yang polos tidak bisa memahami untuk apa kursi dibagi-bagi, itukan amanat, setiap tetes keringat dan darah rakyat ada di kaki-kaki kursi itu. Apa karena di atas kursi itu ada tunjangan, fasilitas dan tentunya yang paling menggiurkan adalah komitmen fee dari proyek-proyek?

Pertanyaannya, siapa sebetulnya yang sedang mengabdi kepada bangsanya? Orang2 yang mencokolkan dirinya meminta bahkan menjilat sebuah amanah bernama jabatan, atau warga yang sukarela iuran untuk tujuhbelasan di kampungnya?

Dari sinilah saya semakin optimis akan kebangkitan bangsa ini, masih banyak rakyat kita yang pandai bersyukur, yang mau beraksi dan mau berkorban tanpa pamrih untuk bangsanya. Mereka adalah pahlawan yang tak mendapat tunjangan veteran, mereka adalah pembangun bangsa yang tak memiliki jabatan.

Memang, hari ini neokolonialisme (penjajahan tanpa pendudukan) masih mencengkeram erat negeri ini, bahkan begitu dinikmati oleh banyak dari penguasa negeri ini, tetapi kekuatan rakyat kecil yang ditindas oleh bangsanya sendiri, kekuatan rakyat miskin yang dipinggirkan oleh bangsanya sendiri, mereka terbelakang, miskin dan tidak menyadari penjajahan terselubung ini, tetapi mereka tulus bersyukur.Syukur sebagai awal dari kebangkitan suatu peradaban. Peradabana emas Indonesia

No comments:

Post a Comment