8/9/09

Untuk Apa Ada Bangun Usaha Syariah, Kan Ada Koperasi

Keberhasilan suatu bangun usaha, ditopang oleh dua faktor. pertama adalah faktor idealisme usaha kita dan kedua adalah faktor sikap. Hal inilah yang mesti kita jaga agar perhatian kita tetap tidak berkurang pada salah satu dari dua faktor yang seperti dua sisi mata uang keberadaannya.

Dunia semakin terbelalak dengan sistem syariah, sistem ekonomi yang dikembangkan 14 abad yang lalu, tetapi justru begitu canggih dan tangguh di zaman globalisasi saat ini. Ekonomi syariah adalah bangun ekonomi yang memungkinkan terciptanya kondisi keadalian bersama, tidak sebatas memberikan kemudahan bagi segelintir orang saja, misalnya pemilik modal saja atau pemerintah saja.

Dan semestinya bangsa kita beruntung, Bahwa bapak bangsa kita, Bung Hatta sudah mengadopsi sistem ini agar bisa diimplementasikan di bangsa dengan sejuta puspa ragamnya, Indonesia. Itulah sistem yang dikatakan orang sebagai koperasi. Koperasi sebagai bangun usaha yang dikerjakan bersama, untuk kemaslahatan bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan gotong royong.

Nilai-nilai dalam koperasi sangatlah kongruen dengan nilai-nilai syariah, dimana sumber daya manusia yang menggerakkan bertindak sebagai subyek keberhasilan, bukannya menjadi komoditas ataupun obyek bagi uang yang begitu merajai dalam sistem kapitalis dan sistem-sistem ekonomi rapuh lainnya.

Permasalahannya, mengapa koperasi yang kongruen dengan bangun usaha syariah justru kolaps di Indonesia? kembali pada dua faktor yang menjadi penentu keberhasilan usaha di atas. Bahwa sebaik apapun suatu sistem, sekalipun sistem itu semakin optimal karena sudah disesuaikan dengan kultur masyarakat setempat, tetapi bila faktor sumber daya manusia yang menentukan sikap dan langkah kerjanya tidak optimal, maka hasilnya tetaplah miris dan mengecewakan.

Ada dua prinsip dasar yang harus diterapkan dalam sikap nyata untuk mewujudkan koperasi yang optimal keberhasilannya, pertama adalah aspek kemandirian dan kedua adalah aspek pemberdayaan. Menyoal kemandirian, pemerintah kita agaknya telah salah langkah dalam mengembangkan perkoperasian di dalam negeri. Alih-alih SDM koperasi dibekali pelatihan yang intensif tentang entrepreneurship yang syarat akan nilai-nilai kemandirian, koperasi dikucuri dana bantuan yang tidak selektif, bukan hanya tidak selektif tetapi juga lemah kontrolnya, fakta semacam ini didapati di ratusan bahkan ribuan kasus, bahwa setelah mendapat dana bantuan, bukannya koperasi semakin kuat tetapi malah semakin rapuh dan mengalami kemunduran. Karena SDM yang ada tidak siap mengelola nominal yang lebih besar dengan azas kekeluargaan dan gotong royong ciri khas koperasi itu sendiri.

Demikian pula soal pemberdayaan, pendidikan perkoperasian masih sangat langka kita jumpai, maka kesalahkaprahan dalam pengelolaan koperasipun terjadi secara massal dimana-mana. Tiga hal yang ingin saya kemukakan contohnya, pertama adalah soal keanggotaan, koperasi yang memiliki azas terbuka dan sukarela, dengan sikap “nggampangke” atau mencari langkah mudahnya saja, koperasi didirikan tidak lagi terbuka tetapi terbatas pada satu golongan saja, misal koperasi karyawan atau koperasi siswa, begitu juga tidak lagi sukarela tetapi sudah ditentukan berapa harus disetorkan kontribusi dana dari mereka.

Kedua adalah soal kepengurusan, ada split organisasi dikarenakan pengurus hanya memahami skill untuk mengelola keuangan koperasi, tanpa bekal ilmu yang cukup untuk merangkul anggota-anggotanya. Sehingga ada “sense of belong” atau rasa memiliki yang rendah dari anggota-anggotanya kepada koperasi milikinya sendiri. Dan rasa memiliki yang rendah ini berdampak pada sikap membangun bersama yang rendah pula.

Dan yang ketiga adalah kurangnya gairah berkinovasi, misalnya dalam koperasi simpan pinjam, maka arus perputaran penyimpanan dan peminjaman uang berlangsung secara konvensional, menggunakan sistem bunga tertentu dan tidak adanya kontrol yang intensif. Padahal, bagi koperasi yang menjunjung azas kekeluargaan sudah sepantasnya memiliki kedekatan personal antara pengurus dan anggota yang memungkinkan fungsi kontrol bisa lebih optimal. Inovasi itu perlu, tidak harus menciptakan hal baru, bisa meniru dari hal yang sudah berhasil, misalnya manajemen penyediaan dana pinjaman seperti Grameen Bank yang dikembangkan oleh Muhammad Yunus yang telah terbukti berhasil dimana metode peminjaman uang menjadi sangat kreatif dan optimal.

Dan akhirnya, kembali bahwasannya permasalahan keberhasilan bergantung bukan hanya satu sisi yakni kehebatan konsep, tetapi juga kemantapan sikap dalam mengimplemantasikan konsep yang kita anut itu. Mari kembangkan koperasi kita, sebagai upaya mengembangkan sistem yang lebih besahabat yang kongruen dengan sistem syariah, yang sudah terbukti ketangguhannya.

Rizky Dwi Rahmawan (Salinan sesuai dengan aslinya iB Blogger Kompasiana.

No comments:

Post a Comment